Minggu, 28 Agustus 2022

Menghadiri Panggilan Mabes Polisi Singapura

pixabay.com


 Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  Bab 33


      Jam setengah tujuh pagi Singapura

      Aku dan Supraptiwi sudah siap berangkat menuju Markas Besar Polisi Singapura mendapatkan undangan dinas Komandan Forensik ahli sidik jari. Wajib hadir jam delapan pagi tepat. Rencana awal aku akan naik taksi. Akan tetapi tadi malam menerima telepon dari Mabes Polisi Singapura. Besok pagi jam tujuh pagi tepat dijemput salah satu anggota Polisi Singapura. Akhirnya Aku tidak jadi pesan taksi.

Jam tujuh lebih lima menit pagi Singapura

Mobil sedan Toyota New Vios GR Sport warna cokelat tua. Kaca mobil sedan belakang ada tulisannya Polisi Singapura berwarna kuning menyala. Berhenti depan KBRI Singapura. Sopirnya memakai seragam jas merah. Sepatunya berwarna cokelat mengkilat. Di balik jas sebelah kanan pinggang ada pistol genggam seri FN terbaru. Kelihatan dari balik jasnya ketika ia memasukkan kunci kontak mobil sedannya dalam saku celananya. Wajahnya cerah ceria penuh senyum persahabatan. Badannya tegap rambutnya gondrong lurus dikucir ke belakang. Memakai kaca mata hitam Bl seri 3225.A. USA. Turun dari Sedan langsung mendekati aku dan Supraptiwi. Kemudian menyapaku.

     “Mohon maaf agak terlambat.“

     “Tidak apa-apa Pak,“ jawabku

     “Betul ini Dimas Prihatin.“

     “Iya Pak betul betul.“

     “Betul ini nona Supraptiwi.“

     “Betul Pak.“

     “Sebentar kami minta izin dulu KBRI Singapura.“

     “Baik, Pak,“ jawab Supraptiwi

       Petugas Polisi masuk KBRI Singapura lima menit kemudian keluar mendekatiku kembali.

     “Silahkan nona Supraptiwi dan Dimas Prihatin masuk mobil.“

“Terima kasih,“ jawab Supraptiwi.

“Kami siap mengantar sampai tujuannya.“

“Ya ya terimakasih Pak Polisi.”

“Sama-sama.“

Mobil sedan Polisi Singapura berjalan meninggalkan KBRI Singapura. Menuju Markas Besar Polisi Singapura. Jalannya mulus lebar nyaris tidak bergelombang dan berlubang. Ketika ada jalan sudah rusak berlubang dan bergelombang. Langsung ditangani petugas Dinas Pemeliharaan jalan. Begitu juga setiap bibir jalan aspal bersih tidak ada sampah. Tidak ada sampah berupa bekas botol-botol plastik minuman mineral. Dinas Kebersihan Singapura sangat menjaga nilai kebersihan. Jadi wajar kalau Singapura menjadi salah satu negara terbersih se Asia Tenggara.

Tidak seperti kota Kecamatanku jalan raya menuju kota Kabupaten rusak parah. Nyaris dibiarkan sampai berlubang-lubang. Merugikan pengguna jalan. Sering terjadi kecelakaan ketika menghindari jalan berlubang. Sebagai rasa kecewa akses jalan rusak berlobang. Warga menanam pohon pisang ditengah jalan yang berlobang. Jalan aspal dari pedesaan menuju kota Kecamatan dan Kabupaten adalah: Jalan putaran roda ekonomi orang-orang pinggiran. Jalan aspal yang bagus sangat memudahkan membawa hasil pertanian di jual ke kota Kecamatan dan Kabupaten. Sebaliknya jalan aspal rusak parah menghambat semuanya.

Hanya slogan palsu membisu dan buta tidak tahu kepentingan orang-orang pinggiran. Setiap ada agenda Pilkada, Pilgub dan calon anggota Dewan terhormat baik tingkat Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Slogan suara orang-orang pinggiran diperjuangankan dengan suara lantang keras ditengah lapangan. Membangun jalan, pasar tradisional demi kepentingan rakyat. Tapi setelah jadi. Lupa atau mungkin sengaja lupa. Lamunanku buyar ketika petugas Polisi Singapura menyapaku sambil menyopir.    

“Mohon maaf Nona Supraptiwi, boleh tanya?”

“Boleh-boleh silahkan Pak.“

“Nona berasal dari mana?”

“Jawa.“

“Jawanya mana?“

“Jawa Tengah.“

“Daerah mana?“

“Bawah lereng gunung Slamet.“

“Wilayah mana itu Nona?“

“Banyumas.“

“Desanya?“

“Munggangsari.“

“Jauh ya Nona dari sini?“

“Jauh Pak.”

“Kalau Dimas Prihatin juga sama tempat tinggalnya?”

“Tidak sama Pak.“

“La tinggalnya dimana?”

“Desa Kusuma Baru.“

“Oo gitu.”

“Ya ya Pak,“ jawabku

“Salam dari Komandan Forensik Bapak Lee Shim Pret.“

“Sama-sama Pak.“

“Nanti acara permohonan maaf dari Polisi Singapura dipimpin wakil Komandan Forensik.”

“O gitu ya Pak.“

“Bapak Komandan sedang melatih ilmu sidik jari Polisi Indonesia.”

“Oo gitu ya Pak.”

“Iya ya, tolong ini teks untuk siaran Pres nanti.“

“Iya Pak.“

“Coba dibaca, Nona Supraptiwi.”

“Mohon maaf kepada semua pihak juga keluarga besar Kim Sam, aku Supraptiwi bukan pembunuhnya ia tewas sebab bunuh diri terima kasih.”

“Bagus bagus.”

“Itu saja ya Pak.”

“Ya singkat padat jelas.”

“Setelah itu “

“Ada kata permohonan maaf dari Pemerintah Singapura.”

“Kenapa?”

“Sebab sudah mencemarkan nama baik Nona.“

“Akhh biasa-biasa saja kok Pak.“

“Ini juga menyangkut nama baik lembaga kami.“

“Jadi.“

“Sehabis siaran pres nona mendapatkan ganti nama baik.“

“Tidak usah Pak.“

“Ini tugas kami Nona.“

“Mendapatkan ganti apa ya Pak.“

“Sedikit uang untuk mengganti biaya operasional di TKP juga bantuan transpot naik pesawat.“

“Tidak usah Pak, Dimas Prihatin sudah pesen tiket pesawat.“

“Tidak apa-apa ini tugas kami.“

Aku cuma diam. Sambil melihat pemandangan di balik kaca mobil sedan Polisi Singapura. Mobil sedan berjalan dengan cepat. Menuju jalan pintu masuk Markas Besar Polisi Singapura. Gapura pintu masuk persis batas gapura batas desaku. Berbetuk melengkung ada tulisannya selamat datang. Cuma beda tulisannya gapura Markas Besar Polisi Singapura bertulis “Siap Membantu Anda”.

Aku jadi ingat tetanggangku Kang Warsim. Kuli bata merah dan genteng di kampungnya. Baru tertuduh belum ada bukti kuat. Diduga mencuri ayam tetangga desa. Langsung diciduk. Digebuki sampai rompal gigi depannya. Supaya mengaku mencuri ayam. Satu hari kemudian pencuri asli ayam ditemukan oleh warga kampung. Pencuri ayam namanya sama. Cuma berbeda tempat tinggalnya. Semenjak itu kang Warsim sangat ketakutan melihat seragam petugas yang menginterogasi sampai rompol gigi depannya. Bahkan ketika warga ertenya ikut karnaval Agustus di lapangan desanya. Ada salah satu warga ertenya macak seragam itu. Kang Warsim langsung ketakutan sembunyi dalam kolong tempat tidurnya.   

Jumat, 19 Agustus 2022

Malam Hari di Rumah Kim Sam

 

pixabay.com

Oleh Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum Bab. 32

 

      Komandan Forensik ahli sidik jari Polisi Singapura. Meneliti semua isi rumah Kim Sam. Bukan hanya rekaman CCTV saja. Piring, gelas, tremos, taplak meja, korden kamar sampai semua dinding rumah diperiksa dengan cermat teliti. Sebagai bahan barang bukti kuat menentukan secara hukum positif Supraptiwi bukan pembunuh tunggal keluarga besar Kim Sam. Komandan Feronsik masih meneliti secara langsung di TKP. Penuh teliti cermat super hati-hati sebelum membuat laporan tertulis kepada Pengadilan Negri Singapura. Bahwa : Supraptiwi bukan pembunuhnya keluarga Kim Sam. Ia tewas sebab bunuh diri di ruangan khusus kamar pribadinya bersama keluarga besarnya.

     Aku dan Supraptiwi duduk dipojok pintu keluar. Melihat, mengamati mengawasi semua kegiatan petugas Polisi di rumahnya Kim Sam. Sambil menunggu hasil di TKP aku duduk dengan Supraptiwi. Dua anak buahnya Lee Shim Pret dengan seragam lengkap bersenjata laras panjang M.16 mendekatiku. Kemudian memberikan dua nasi box untuk makan malam. Tanpa kata senyum langsung memberikan kepadaku.

     Komandan Polisi Forensik memanggil semua anak buahnya. Berkumpul posisi melingkar. Komandannya duduk di tengah. Membuka lektop. Mengumpulkan barang bukti berupa CCTV. Semua gelas, tremos air, piring sampai taplak meja dikumpulkan untuk barang bukti. Sebagai laporan pendukung dasar barang bukti. Menyimpulkan bahwa : Supraptiwi bebas dari semua dakwaan juga bebas dari tuntutan hukuman mati. Bukan hanya itu saja Komandan memerintahkan langsung anak buahnya menghubungi Markas Besar Forensik Polisi Singapura. Mengumumkan di media masa eloktronik baik siaran TV Pemerintah dan Swasta menyiarkan berita secara langsung bahwa : Supraptiwi bukan pembunuhnya keluarga Kim Sam.

      Aku dan Supraptiwi tidak paham bahasanya. Komandannya bicara dengan bahasa Singapura suara lantang keras tegas sambil menunjukkan tangan kekanan kekiri. Tapi ketika satu persatu anak buahnya keluar untuk istirahat. Disusul petugas dengan seragam Jas Ket. Tiba-tiba komandannya bilang memerintahkan salah satu anak buahnya. Bukan bahasa Singapura tapi bahasa aneh.

      “Minn, tulung lah cupuknna pulpenku ketinggalan neng ngisor meja bang kiwo ya, suwun ya Minn.“ (Min tolong diambilkan polpenku tertinggal di bawah meja sebelah kanan, terima kasih ya Min)

       Aku dan Supraptiwi kaget tersenyum sambil memandang kemudian menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya sendiri-sendiri. Bahkan ketika mau mengakhiri rapat kecil komandannya komentar.

        “Suwun ya kerjane luar biasa hebat, okelah kalau begitu, mayoo pada bali wis kesel kok, iya mbok.“ ( terima kasih ya kerja luar biasa hebat, okelahlah kalau begitu, ayo pulang sudah capek semuanya, ia shi )

         Dari tadi Komandan Forensik tetap memakai alat khusus untuk menutupi wajahnya. Hanya kedua bola matanya bergerak kekanan kekiri. Tidak di buka sampai selesai memeriksa di TKP. Tapi dari logat bahasanya kok seperti orang Banyumas. Tapi aku tidak berani mendekat sebab tiga anak buahnya dengan seragam lengkap membawa senjata laras panjang M.16 selalu memperhatikan gerak-gerikku. Aku dan Supraptiwi hanya diam membisu terkadang harus menahan tertawa ketika Komandan Forensik komentar dengan bahasa Banyumasan.

      Jam sepuluh malam waktu Singapura.

      Petugas Polisi Forensik Singapura satu persatu meninggalkan TKP. Komandan Forensik paling terakhir pulangnya. Masih tetap memakai alat khusus di wajahnya. Bukan masker. Tapi alat khusus petugas Forensik. Bahkan diatas kepalanya ada lampu kecil berwarna hijau. Seperti sinar lampu laser. Salah satu alat pendukung Sniper untuk menentukan fokus sasarannya dari kejauhan. Sopir pribadinya Komandan Forensik mendekati aku dan Supraptiwi sambil memberikan surat dinas dengan Kop Surat Markas Besar Polisi Singapura. Bagian khusus Forensik ahli Sidik Jari. Berwarna coklat sambil berucap.

      “Maaf kami semua nona Supraptiwi dan Dimas Prihatin ternyata nona bukan pembunuhnya, dua hari lagi kami undang di Mabes untuk siaran Pres.“

       Aku dan Supraptiwi saling memandang, tersenyum sambil menerima surat dinas dari salah satu petugas Forensik. Komandannya mematikan lampu berjalan kekanan turun menutup pintu ruangan khusus pribadinya Kim Sam. Sebelum naik mobil dinas Pajero Shpot berwarna cokelat. Komandan Feronsik bilang pada sopirnya.

       “Minn mengko mampir warungge bakayu Wakem pinggir gili kaee, wis kencot enyong pingin madang jangan semur cengkol kok, ya Minn.“ (Minn nanti mampir warung makan yu Wakem, sudah lapar ingin makan malam dengan sayur semur cengkol, yaa Minn)

       Aku diam. Supraptiwi malah cekikikan tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan surat undangan dinas dari Mabes Polisi Singapura.

        “Lhoo kok kaya kesenangannya si Jitong dan adiknya Kampret ya,“ batinku.

        Keluarga Jitong dan Kampret ketika musim lebaran tiba. Biasanya Biungnya menyiapkan semur jengkol dengan lauk gorengan dages. Ditaruh atas meja tengah dengan baskom plastik sebelahnya nasi putih hangat dalam ceting: tempat naruh nasi dari anyamam bambu. Aku bertiga duduk di kursi risbab beralas tikar jawa sudah sobek ditengahnya. Biasanya aku, Jitong dan Kampret sehabis pulang sholat idul fitri di lapangan samping pasar hewan. Langsung pulang kerumahnya Jitong. Bertiga menikmati sayur semur jengkol dengan lauk gorengan dages. Tidak ada opor ayam kampung apa lagi sayur semur daging sapi. Biunge Jitong belum mampu membeli daging ayam dan sapi. Cukup membeli dua kilo jengkol dibuat sayur semur jengkol setiap lebaran tiba.

        Tapi setelah Biungnya Jitong nikah resmi. Ikut suaminya ke Singapura bersama adiknya Jitong si Kampret. Waktu itu Kampret baru tamat Esempe. Jitong dititipkan kakeknya setelah tamat esema. Jitong usaha jual beli batu akiq. Sampai diujung kematiannya. Jitong meninggal dunia terserang virus covid 19 dibibir sungai wilayah Tasikmalaya. Tangan sebelah kanan menggenggam erat batu aqik temuannya batu akiq kejubung wulung. Sampai sekarang aku belum pernah ketemu kawan kecil kampungku si Kampret juga Biungnya. Aku kaget dari lamunanku ketika Supraptiwi nyikut badanku.

        “Mikiran apaan si, kok serius banget ya Mas.“

        “Enggak, biasa saja kok.“    

       “Mikirin aku ya?”

       “Enggak.“

      “Apa mikirin tentang pernikahan kita ya Mas.“

        “Akhh gak, nglamar aja belum kok.“

       “Langsungan aja gak apa-apa kok, Mas.“

        “Ya iya.“

    “Bener nihh.“

    “Iya.“

    “Setelah dinyatakan bebas, kita pulang kampung langsung ngurus persyaratan nikah tempatnya Kaur Kesra Pak Warsim ya Mas.“

    “ Iya ya,“ jawabku singkat. Secara reflek Supraptiwi memelukku rapat. Mencium pipi kanan kiriku. Memelukku erat sekali acuk tak acuh dengan petugas Polisi Singapura sedang serius merapikan semua barang temuannya di TKP.

    “Mas tetep bangun Paud dan TK juga sanggar senil lukis ya.“

“Ya ya.“

“Bangunnya di samping kamarku.“

“Iya.“

“Itu loo sebelah kanan kamarku.“

“Oo sebelah pohon blimbing wulung itu.“

“Iya ya Mas, uangnya cukup ya Mas.“

“Lebih dari cukup.“

“Deket sini Mas, dingin ya?”

“Iya ya,“ jawabku mendekat rapat samping tubuh Supraptiwi.

“Mas?“

“Apa?“

“Boleh tiduran di pangkuanmu?“

“Boleh, sini.“

“Oke, makasih ya Mas.“

“Masama.“

“Ini istananya juragan perhiasan emas. Sebelum covid 19 menyerang setiap hari aku masak nasi lima kilo. Menyiapkan minuman teh manis setiap pagi tujuh puluh gelas bersama sneknya. Semua karyawan disini hanya mendapatkan makan siang sebab jam tiga sudah pulang. Ketika semua karyawan pulang aku harus membersihkan piring gelas sejumlah seratus empat puluh Mas. Di sana itu sebelah gudang. Hampir tujuh tahun hidup disini. Suka dan duka.“

      “Okhh gitu ya?”

      “Iya ya, bahkan aku pernah mendapatkan kepercayaan bos besar Kim Sam. Bolak balik singapura Bali. Kota-kota besar di  jawa sampai Jakarta.“

       “Pesiar dengan bos besar ya.“

       “Gakk boro-boro plesiran di suruh bos, nyetok perhiasan emas terbaru.“

      “Sendiri.“

      “Iya sendiri, sampai Bali deket dengan galeri lukisannya Mas.“

      “Khemm oo jadi kamu yang naruh parfum dalam lukisanku.“

      “Bukan aku.“

     “Gadis kecil dengan pita jingga, ya.”

“Ya.“

“Kenapa harus nyuruh gadis kecil.“

“Takut ketahunan Mas.“

“Kenapa takut?”

“Masih marah denganku.“

“Ya iyalah gara-gara mau nikah dengan dengan saudaranya babah Shiong juragan cengkeh.“

“Bukan nikah tapi ikut kerja saudaranya Babah Shiong di Singapura.“

“Kenapa gak pamitan denganku.“

“Waktunya tidak ada, Mas “

“Tingal niatnya aja dik-dik, kenapa lukisanku di semprot parfummu.“

“Aku cinta sama Mas.“

“Bener.“

“Bener-lah buat apa bohong.“

“Syukurlah.“

“Peluk aku Mas dingin sekali.“

“Ya,“ jawabku singkat.

“Mas.”

“Apa?”

“Kenapa kau lukis kedua bola mataku.“

“Pingin aja.“

“Kenapa?”

“Ya pingin aja.“

“Jawab yang jujur lah Mas.“

“Ingin bercinta dengan kedua bola matamu.“

“Emangnya bisa?“

“Bisa lah.“

“Caranya?“

“Aku pandang kedua bola mata itu.“

“Emangnya ada apa dengan kedua bola mataku Mas.“

“Tajang setajam silet”

“Oo gitu to Mas.“

“Ya”

“He hee itu namanya cinta Mas.“

“Lukisannya itu sekarang di mana?“

“Aku simpan.“

“Di mana?“

“Rhs lah, aku suka lukisan itu Mas.“

“Bener.“

“Itu tanda luapan emosi cintanya Mas.“

“Kok tahu “

“Ya tahulah, peluk aku Mas.“

“Ya.”

“Yang rapat biar hangat.“

“Ya ya.“

“Jangan iya ya tok.“

“Ayooo dingin banget ni Mas?“

 Aku memeluk erat tubuh Supraptiwi. Udara malam di rumahnya Kim Sam semakin malam semakin dingin. Aku tetap memeluk rapat tubuh Supraptiwi biar terasa hangat. Aku tetap menjaga semua organ tubuhnya Supraptiwi. Sempurna. Tanpa harus bergerilya tanganku ke bagian sekitar dada. Supraptiwi tertidur pulas di pangkuanku terasa aman nyaman bombong semringgah. Tidak terasa terdengar suara dengkuran napas Supraptiwi.

“Ngurr nguurrrr shett ngurrr shett ngurrr,“ suara dengkuran napas Supraptiwi.  

 

Rabu, 17 Agustus 2022

Komandan Mabes Pusdiklat Forensik Singapura ke TKP

 

pixabay.com


Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum  Bab. 31

 

      Benar yang disampaikan tiga Polisi Singapura seragam Jas Ket warna biru dongker. Komandan Markas Besar Pusdiklat Forensik ahli sidik jari datang. Mobil Pajero Sport seri terbaru berwarna cokelat tua leres merah biru di tengah. Kaca mobil belakang bertulis Pasukan Khusus Ahli Sidik Jari Polisi Singapura warna kuning menyala. Di tengah bawah pintu mobil Pajero Spot ada tulisan huruf balok berwarna merah. Markas Besar Pusdiklat Forensik Polisi Singapura Nomer 5543001 EG. Berhenti persis depan pintu besi rumah Kim Sam.

     Jam lima sore waktu Singapura.

     Menjelang senja di Sangpura hampir sama dengan kampungku. Ketika senja datang dinding langit mulai berubah warna. Awalnya dinding langit masih meluas berwarna membiru. Sekelompok burung kuntul berwarna putih satu-persatu berterbangan hinggap rimbunnya pohon bambu. Bertanda senja akan lahir. Berhias semburat cahaya kemilau berwarna kemuning ke-emasan. Matahari mulai terbenam dipojok timur. Burung-burung berterbangan hinggap rimbunnya dedaunan. Sepasang kunang-kunang berterbangan membawa cahaya kelap-kelip dibalik bebatuan wadas. Bertanda senja datang bersama gema suara adzan maghrib dari corong Toa berwarna biru telur bebek diatas menara tempat ibadah Islam.

      Di Singapura ketika senja datang. Ratusan cahaya lampu-lampu mulai menyala. Pancaran cahaya lampu-lampu di Hotel seperti warna pelangi. Bercahaya indah berwarna warni. Persis cahaya kunang-kunang dikampungku. Burung gereja, emprit berterbangan memutar- mutar kemudian hinggap gelapnnya dedaunan.

      Jam lima lebih sepuluh menit waktu Singapura.

      Komandan turun dari mobil Pajero Spot. Tinggi badannya seratus enam puluh lima. Badannya tegap. Memakai kaos panjang hitam strit. Tampak gumpalan bentuk badannya dari pundak, bahu, dada juga pergelangan tangan. Tampak kekar berotot. Di belakang kaos bertulis Komandan Forensik. Depan dada sebelah kanan ada tulisannya Lim Swin Pret. Memakai topi hitam ditengah ada gambar bintang satu berwarna kuning keemasan. Sebelah kanan pinggang ada pistol genggang seri terbaru Tahun 2022. FN.509 MRD.LE. Pistol LAPD. Sebelah kiri pinggang ada senjata eletrik berbentuk bundar lurus sekitar sepuluh senti berwarna hitam. Memegang alat kecil elektronik berwarna kuning. Di pojok sebelah kiri ada antene sepanjang dua meter. Diatas antene ada lampu merah menyala. Sebagai alat menditeksi melacak keabsahan bekas sidik jari di TKP. Wajah komandan  ditutupi dengan alat khusus. Semua pasukan berbaris tegap lurus berbanjar. Pasukan dengan senjata laras panjang tipe seri M.16 langsung berlarian menyusul masuk barisan posisi berbanjar. Semua berdiri dengan sikap sempurna. Berdiri tegak. Sang Komandannya datang serempak kompak hormat tegak dengan sikap sempurna.

     Komadan langsung masuk ke TKP. Melacak monitor lektop hasil pemeriksaan awal sampai terakhir. Memutar kembali vidio peragaan Supraptiwi dari bangun tidur sampai menaruh minuman teh manis diatas meja. Cuma butuh sepuluh menit mengakses semua hasil rekaman di layar lektop. Sebentar kemudian menutup lektop. Sinyal antene menyala merah bersama suara diteksi. Alat monitor antena mengarah setiap pojok dinding rumahnya Kim Sam. Lima menit kemudian komandan menyuruh empat anak buahnya berseragam Jas Ket. Membongkar setiap pojokan kamar yang ditutupi bunga mawar plastik berwarna merah.

     Empat petugas dengan teliti membongkar bunga mawar plastik merah. Ternyata  dalam bunga mawar plastik ada alat monitor CCTV. Merekam setiap gerakan di ruangan rumah Kim Sam. Komandan langsung memerintahkan kembali untuk membongkar setiap pojok ruangan rumahnya Kim Sam. Setelah terlihat kamera monitor CCTV. Komandan masuk ruangan khusus pribadinya Kim Sam. Tempat terjadinya keluarga besar tewas dengan posisi duduk di kursi. Cuma lima menit komandan mampu membongkar setiap alat monitor CCTV disetiap pojok ruangan khusus pribadi Kim Sam.

     Alat khusus pasukan Forensik ahli spesial sidik jari dibawa Komandannya. Tidak butuh mengintrograsi aku dan Suprapiwi. Dari peragaan mau tidur. Bangun tidur sampai membuat teh manis ditaruh meja ruangan khusus pribadi Kim Sam. Komandan tidak banyak bicara hanya menunjuk kesana kesini. Semua anak buahnya dengan cepat melaksanakan semua perintahnya. Semua alat monitor CCTV di kumpulkan satu meja. Semua data diolah kembali dalam lektop. Hasilnya kelihatan  semua aktifitas di rumah Kim Sam. Bahkan mampu merekam semua kegiatan satu bulan sebelum tewasnya keluarga besar Kim Sam.

     Komandannya dengan cekatan tanpa bicara mengolah data sampai mendekati detik-detik hari jam tempat tewasnya semua keluarga Kim Sam. Hasilnya : ternyata Kim Sam sebelum menaruh racun dalam teh manis dalam gelas. Berjalan menuju kamar sebelah Supraptiwi. Di situ ada satu gelasnya Suprptiwi diambil Kim Sam dengan kaos tangan khusus. Maka jelas tidak terditeksi sidik jarinya Kim Sam yang ada sidik jarinya milik Supraptiwi. Sebagai landasan hukum positif : menuduh Supraptiwi pembunuh tunggal.

     Komandannya tidak hanya sekali mengolah, berkali-kali menyimak, mempelajari hasil rekaman proses bunuh diri massal keluarga Kim Sam lewat CCTV. Bahkan diputar di tengah anak buahnya berkali-kali. Sambil komentar dengan bahasa aneh. Anak buahnya domblong. Kebingaungan. Ketika komandannya komentar di depan anak buahnya.

     “Kaya kiye baen ora pada teyeng, goblok ! teyengge badhok karo turu tok?“ ( begini aja tidak ada yang bisa, bodoh ! bisanya cuma makan dan tidur )

     Semua anak buahnya diam. Tidak satupun berani menjawab. Kemudian komentar lagi.

“Kiyee pada delengnna ya?,  utek-e pada dienggo, goblok, goblok!“ (Ni lihat semuanya, otaknya dipakai, bodoh, bodoh!)

Semua anak buahnya diam membisu.

“Ora sah takon karo tertuduh, percuma wis diklat ngilmu sidik jari pada goblok kabeh.“ (Tidak usah bertanya pada sang tertuduh sudah ikut Diklat Ilmu Sidik Jari pada bodoh semuanya, otaknya dipakai)

Anak buahnya diam.

“Ngenne pada merek kiyee tak warahi carane mendeteksi sidik jari.“ (Sini pada merapat ni saya ajari cara mendeteksi sidik jari) Komentar komandan sambil menunjukkan tangan kesan kesini. Memperagakan cara meneliti TKP secara proposional sesuwai kopentensinya dan S.O.P:  Standar Operasi Pelayanan.

Aku agak kaget ketika Komandannya bicara dengan logat bahasa Banyumasan persis di kampungku.

“Apakah komandan itu si Kampret adiknya Jitong. Ayahnya tewas gara-gara sarapan lauk gorengan tempe bongkrek. Biuangnne arananne yu Walmi ramanne Pak Gendhon apa ya?” bisikku dalam hati sambil memperhatikan gerak-geriknya komandannya. Hampir belasan tahun aku belum pernah ketemu si Kampret. Aku masih ingat ada tahi lalat hitam disebelah kiri pipinya si Kampret. Tapi komandan itu memakai penutup wajah. Jadi aku belum berani memastikan itu si Kampret adik kandungnya Jitong. Setelah tamat esempe dibawa Biung ke Singapura. Biung-e Kampret nikah resmi dengan orang Singapura pengusaha plastik bernama Lee. Kata tetangganggku dulu.

Supraptiwi tersenyum-senyum ketika mendengar komadan mengatakan.

“Pada goblok!, bisane mung bhadok karo kedengan baen kok lah, ngonno kok bisa -bisane dadi Polisi pada bayar sepira ya ?“ ( “Pada bodoh! bisanya cuma makan dan tiduran, gitu saja bisa jadi anggota Polisi pada nyuap berapa ya?” )

Supraptiwi mendekatiku sambil berbisik pelan-pelan.

“Mas komadannya apa wong Banyumas ya “

“Sett diam.“

“Iya ya Mas.“

“Ayoo duduk dipojok sana aja.“

“Iya ya Mas “

“Ayooo “

“Persis wong Banyumas daerah Ajibarang ya mas medhok kok bahasan-ne ya “

“Settt diam Dik“   

Aku dan Supraptiwi menjauh dari petugas Polisi Singapura. Semua petugas Polisi sangat serius. Sibuk membuka lagi monitor CCTV di setiap pojok ruangan rumahnya Kim Sam. Mengolah data. Meneliti dengan cermat. Berdiskusi. Rapat. Menyimpulkan apakah ? Supraptiwi gadis Munggangsari pelaku utama terbunuhnya keluarga besar Kim Sam. Atau sebaliknya Supraptiwi bebas dari segala tuduhan dan hukuman mati. Sebagai ditemukan bukti kuat hasil semua rekaman monitor CCTV Kim Sam. Kekuatan hukum positif : untuk membebaskan semua tuduhan dan sangsi hukuman mati Supraptiwi.

 

Tak Bisa Ditahan

 

pixabay.com


Eka Widianingsih

 

“Bu, sudah tahu belum, Om Toni katanya mau menikah lagi?” kata Bi Minah tiba-tiba memecah kesunyian. Aku yang sedang konsentrasi menghitung dan memilah nota terhenyak mendengarnya. Om Toni adalah sebutan untuk tetangga belakang rumahku yang saat ini sedang merantau di negeri seberang. Dalam kesehariannya ia tidak pernah terlihat aneh, lurus, penuhi standar imam rumah tangga yang solih dan tidak mengenal distorsi kehidupan. Berita tentang keinginan Om Toni yang konon ceritanya akan menikah lagi menjadi sesuatu yang sulit diterima oleh orang-orang yang mengenalnya.

Aku yang mengenal baik Om Toni merasa tak percaya mendengar berita itu. Ya, Om Toni selain sebagai tetangga dekatku, dia juga kukenal sebagai sesama jamaah salat di masjid. Orangnya rajin berjamaah, bahkan boleh dikatakan tak pernah absen. Selama tidak sedang merantau ruang geraknya hanya sekitar rumah dan masjid. Jarang berkumpul sekedar ngobrol santai dengan orang-orang sekitar. Di antara kelebihan dia adalah sangat menyayangi dan dekat dengan ibundanya. Bagi Om Toni ibundanya segalanya, apa kata ibundanya selalu dipatuhi walaupun kadang harus berseberangan dengan keinginan dirinya.

Belum hilang rasa heran dan penasaranku, tiba-tiba aku lihat Om Toni sudah kembali berjamaah di masjid. Wajahnya nampak tak sesumringah biasanya. Jalannya gontai seperti menahan lelah. Sepulang berjamaah saya bertemu dengan ibunda Om Toni. Tiba-tiba beliau mendekatiku dan bercerita tentang Om Toni. “Dia kusuruh secepatnya pulang dari rantau, setelah habis semua uang hasil kerja kerasnya selama 6 bulan berjualan kain di sana,“ kata ibunda Om Toni sambil menuju rumahnya.

Tautan Mantra untuk sang Penari

 

pixabay.com


Ari K

                                                                                                                                                                                                            

Bening, namanya sebening wajahnya. Berparas ayu dengan hidung mancung dan lesung pipit menghiasi pipinya yang merona. Dia gadis penari yang selalu dinanti para pemuda dalam setiap pertunjukan dusun Kelana.

Malam ini tepat jam sembilan malam liukan tubuh Bening disambut riuhnya penonton yang selalu memuji keelokan wajah dan gerakan tari gadis ayu ini. Senyumnya sangat dinantikan semua orang, tak terkecuali pemuda tampan anak saudagar beras desa sebelah. Rama namanya, pemuda santun dengan tubuh tegap perkasa. Diam-diam dia selalu menunggu Bening dengan pesonanya menari di bawah sinar rembulan. "Senyumnya sangat menawan. Andai aku bisa mengenalnya lebih dalam" ujarnya. Diluar dugaan Rama, tiba-tiba Bening mengalungkan selendangnya dan mengajak Rama menari bersama. Degup jantung kian menderu mendamba tatap mata dan senyuman yang membawa angan terbang ke awan. Isyarat alam diterima sarat makna dua sejoli ini. Tatapan mata keduanya bertemu dan memijarkan rasa yang tak menentu. Bertaut dalam balutan malam dan alunan musik yang menggema. Dalam keriuhan sorak sorai penonton, sepasang muda mudi ini bahkan tenggelam dalam rasa yang tertaut.

"Kau membuatku jatuh hati, Bening. Izinkan aku untuk mengenalmu lebih dalam. Seketika wajah bening muram dan memalingkan pandangannya. Bening tak dapat memungkiri desiran aneh dalam dadanya namun dia tak mampu menerima getaran rasa agung itu serta merta. Dengan perlahan Bening melepaskan genggaman tangan Rama. Sambil menggeleng pelan Bening berlalu dan tak kuasa meneteskan buliran bening dari sudut matanya. Maafkan aku Rama, ketua rombongan tari telah mengikatku dengan mantra yang dengannya aku tak boleh mencinta.

Jodohku

 

pixabay.com


Firsty Julietanti

 

“Mba Dani, cantik juga! Kapan menyusul?” Aku tersenyum, tak sepatah kata pun merespon ujaran tamu yang datang malam ini. Aku sadar keberadaanku di acara pertunangan Dini, adik kandungku, benar-benar mengusik mata. Senyum dan wajah ceria yang kupertontonkan di setiap sudut ruangan ternyata tak mampu menggerus kegelisahan ayah ibuku. Beberapa kali kudapati mata mereka megamatiku dari jauh. Aku membalasnya dengan senyum dan lambaian tangan untuk menguatkan bahwa aku baik-baik saja. Dan aku memang baik-baik saja.

“Tentukan pilihan suami untukmu! Ayah minta, saat pernikahan adikmu nanti, kamu sudah ada calon suami yang mendampingimu. Satu hari sebelum pernikahan adikmu, kamu akan bertunangan dengan lelaki itu!” Aku tercekat! Serasa ada batu besar telah menghantam dadaku. Ingin sekali batu ini kusingkirkan agar aku dapat bernapas lega. Namun, aku takut, batu ini dapat melukai ayahku.

“Sampaikan ke Mas Andra, temui Ayah besok siang sepulang dari kantornya!” Aku hanya mengangguk lemah saat ayah mengucapkannya di pintu keluar dari kamarku. Mas Andra adalah sosok yang baru aku kenal beberapa hari yang lalu. Tiba-tiba HPku bergetar. Kubaca pesan yang memintaku menemuinya besok siang di kampus lama. Saat kubaca nama pengirimnya, dialah pemilik nama yang telah mengisi sebagian hidupku di bangku kuliah,dan itu bukan Mas Andra. Aku hanya bisa membalas pesannya, maaf, kau bukan jodohku!

Lembar-Lembar Ungu Jatuh Berhamburan

 

pixabay.com


Uniek W.

 

"Kalau aku jeng, rela kukeluarkan biaya seberapapun, biar suami betah di rumah". Kalimat Bu Joko dua hari lalu, menginspirasi kehadiranku di skin care clinic siang ini. Aku rela membuka celengan yang selama ini kukumpulkan lembar demi lembar uang berwarna ungu yang kusisihkan dari sisa belanja setiap hari.

Beauty Therapist mempersilahkanku duduk di kursi. Sementara, perempuan muda di kursi sebelah tersenyum ramah, seolah ia mengerti kehadiran pertamaku di tempat membawa segenggam grogi. Ia lanjutkan berbincang dengan Beauty Therapist di depannya. Ternyata di clinic mewah ini, masih ada orang yang ramah terhadapku, wajahnya putih mulus dan bersih, jari jari lentik yang sedang dihias dengan warna warni cat kuku membuat dia terlihat semakin anggun. Ah, apakah aku akan seanggun dia setelah keluar dari tempat ini?

Menghabiskan separuh hari rasanya membosankan, apalagi kutitipkan Aisya putri kecilku di rumah ibu. Bergegas aku menuju kasir sembari berharap semoga masih ada sisa hasil tabungan. Suara tak asing kudengar, aku menoleh ke kanan. Perempuan muda yang tadi di kursi sebelah tengah digandeng lelaki yang kukenal. Seketika, lembar-lembar ungu, jatuh berhamburan.