Sabtu, 29 Januari 2022

Pelatihan Menulis Cerpen Daring #5 Bersama Ranang Aji SP

 


Pelatihan Menulis Cerpen Daring #5 dengan narasumber tamu Ranang Aji SP (Cerpenis dan Esais), cerpen-cerpennya termaktub di Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo, dll.


Di pelatihan ini peserta akan menerima materi selama 2 hari melalui google meet/ zoom meeting.

Pelatihan berlangsung: Sabtu - Minggu, 26 -27 Februari 2022 pukul 19.30 - 21.30 WIB.


Materi:

  1. Kiat penulisan dan editing

  2. Kiat menulis cerpen

  3. Tips menembus media


Ada yang baru di pelatihan ini dari pelatihan yang biasa saya adakan, yakni:

  1. e-sertifikat

  2. e-materi

  3. narasumber Tamu yang kompeten di bidangnya

  4. bimbingan via wa grup selama 30 hari

  5. karya peserta diterbitkan di website KMAP yang berkesempatan dibaca oleh siapa saja yang bisa mengaksesnya.

  6. Peserta yang lulus, berkesempatan mengikuti lomba cerpen KMAP bulan Oktober 2022.


Biaya pendaftaran: 100 ribu

Bonus: e-materi menggali 101 ide menulis cerpen


Jika berminat silahkan mendaftar melalui link di bawah ini:


https://bit.ly/PelatihanCerpen5KMAP2022

Kawanku Sarmo Nelayan dari Gunug Kidul

 

pixabay.com


(Pelukis dan Parfum ke-6)

Agus Yuwantoro

 

       Hari sabtu awal bulan Nopember dinding langit begitu cerah indah berwarna membiru luas. Persis warna air laut berhias gelombang berjalan lembut searah mata angin. Semilir angin pantai pagi terasa membelai wajah dan rambutku. Sejuk segar melekat dalam lubang pori-pori tubuh. Badanku terasa hangat bersama sengatan matahari pagi yang baru bercahaya. Mampu menghangatkan seluruh tubuhku. Pagi ini aku menunggu salah satu nelayanan tradisional juga teman akrabku Sarmo.

      Sarmo berasal dari daerah Gunung Kidul banting setir menjadi nelayan tradisional di daerah Bali. Malamnya menjadi nelayan. Siang harinya membuka latihan menari di sanggar tarian klasik tradisional daerahnya. Waktu muda dulu sering ikut paguyuban seni tari jaran kepang atau jatilan. Bahkan mampu menari bermacam-macam gaya lakon tarian topeng. Sarmo pernah ikut bergabung rombongan para penari sendatari ramayanan di plataran candi Prambanan.

     Biasanya pada saat musim terang bulan, panitia seksi kesenian dari Dinas Pariwisata kabupaten Sleman sering menampilkan tarian drama kolosal Sendatari Ramayana. Semua peserta penari diambil dari beberapa paguyuban kesenian tari. Salah satunya adalah Sarmo. Mewakili paguyuban kesenian tari jaran kepang dan tari topeng. Sebagai pendukung menari dalam drama lakon Ramayana. Tampil selama dua puluh kali menari untuk mendukung acara tersebut.

    Padepokan sanggar menari dibangun secara mandiri oleh Sarmo. Di tepian pantai Sanur dengan luas enam kali lima. Masih natural dengan lantai tanah liat. Model bangunan joglo ditopang enam saka. Usuknya dari bahan pohon kelapa kering atau glugu kemudian dipernis. Berwarna cokelat kehitaman. Atapnya genteng almunium berwarna merah.

   Murid - muridnya sebagian besar para turis yang sedang liburan panjang di pulau Dewata. Hanya ada tiga murid orang pribumi asli Jawa. Sarmo dengan sabar telaten tekun seminggu dua kali memberikan semua ilmu jurus menari. Dari aliran menari jaran kepang. Semua tari topeng. Sampai peragaan tarian anoman obong dalam salah satu Sendatari Ramayana.

   Turis dari manca negara paling suka ketika diberikan contoh tarian klasik Jawa. Dengan tampilan tari topeng. Menurut Sarmo menari topeng harus sesuai dengan topengnya. Ketika memakai topeng kera tarian harus persis kera. Bergaya jingkrak- jingkrak sambil kukur rambut kepala. Kemudian berguling-guling. Berdiri lagi kepala menoleh ke kanan ke kiri sambil garuk-garuk badan. Ini yang menjadi daya tarik sendiri para turis. Bisa menyatukan alam pikir sadar dengan gaya binatang kera. Bahkan tarian topeng menurut para turis, bisa untuk terapi kesehatan jiwa. Obat stres. Sebab dengan muka ditutupi topeng maka penari topeng bebas mengeksplor semua gaya menari. Tanpa terbebani oleh para penonton yang melihat. Bebas lepas menari sesuka hati menari sesuai dengan topeng yang dipakainya.

   Para turis juga penasaran dengan tarian jaran kepang. Harus menari seirama dengan musiknya. Penari jaran kepang berbaris berbanjar memanjang biasanya sepuluh penari jaran kepang. Barisan kanan sepuluh kiri sepuluh. Menari dengan kaki tangan tubuh gerakan bersama. Harus kompak searah dengan tarian yang sama. Di sini tampak nilai seni yang tinggi sebab mampu menari dengan gaya serempak. Dari gerakan kaki, badan tangan, kepala sampai tangan.

   Lebih-lebih para turis merasa ketakutan ketika melihat salah seorang penari jaran kepang kesurupan. Giginya rapat. Kedua bola matanya seakan keluar. Kepalanya menoleh ke kanan ke kiri. Makan bermacam kembang yang sudah disediakan di baskom plastik. Makan beling, bola api, menginjak-injak bara api. Bahkan lidahnya dikeluarkan kemudian diiris dengan parang. Bukan hanya lidahnya. Bahkan leher, tangan dan perutnya. Tidak mempan. Musik jaran kepang terus berjalan seiraman tariannya.

   Seorang pawang  jaran kepang mendekati. Dipeluk erat sang penari yang kesurupan. Keduan kaki tangannya kaku seperti kram. Terkadang melawan dengan sang pawang. Kemudian diusap-usap rambut kepala sang penari jaran kepang oleh pawang. Diludahi kepalanya. Seketika sang penari jaran kepang. Sadar dari kesurupan. Badannya langsung lemas. Kemudian tersenyum sendiri di depan para penontonnya. Langsung duduk istirahat di bawah tenda bergabung duduk sila dengan penabuh gendhang.

Hampir empat tahun Sarmo menggeluti sebagai nelayan tradisional dan mengajar menari di sanggarnya. Dahulu waktu tinggal di daerah Gunung Kidul harus berjuang hidup setiap hari. Daerahnya kering tanahnya tandus dan berbatu. Jalannya naik turun juga berliku liku tajam. Bahkan sumber mata air nyaris sangat sulit ditemukan. Banyak teman-teman Sarmo ketika menghadapi gagal dalam usahanya. Baik dalam bidang pertanian, perdagangan, peternakan. Terlilit hutang. Bahkan putus cinta. Untuk mengakhiri kegagalan dalam usaha. Satu persatu bunuh diri. Dengan cara gantung diri di bawah pohon jati dan waru. Itu hal yang biasa terjadi di daerahnya Sarmo.

    Sarmo ingin mengubah nasib juga mengadu hidup di daerah Bali. Pertama datang menjadi kuli tukang batu di proyek padat karya. Kemudian membuka sanggar menari khusus tarian jawa klasik. Didukung istrinya mantan penari tayub yang terkenal di kampungnya. Sering tampil menari tayub pada musim panen. Juga acara hajatan orang kampung. Gara-gara istrinya Sarmo digandrungi salah satu karyawan staf kecamatan. Seorang duda beranak dua. Tiap hari nglenceri atau apel istrinya Sarmo. Sarmo merasa sungkan dan risih dengan perilaku salah satu pegawai staf kecamatan. Akhirnya diingatkan. Istrinya adalah penari murni penari tayub. Bukan penari tayub ples-ples sehabis menari tayub bisa diajak tidur. Bukan. Malah tidak terima. Akhirnya menantang berkelahi di depan halaman rumah Sarmo.

   Sarmo disamping penari jaran kepang juga guru silat di kampung. Beberapa pukulan mudah terhindarkan. Ketika lawannya mengambil pisau di balik bajunya. Sarmo bisanya cuma menghindar dan menghindar. Ketika mau menusuk perut Sarmo. Penyerang jatuh tersandung batu. Akhirnya pisaunya merobek samping perutnya sendiri. Dari awal itu Sarmo ditangkap anggota Polsek Kecamatan. Diduga dengan sengaja menusuk salah satu karyawan kecamatan.

   Ternyata staf karyawan itu adalah ponaannya Pak Camat setempat. Dua hari kemudian menyusul para preman pasar menggedor pintu rumah Sarmo. Tidak terima ponaan Pak Camat ditusuk perutnya oleh Sarmo. Akhirnya berkelahi satu lawan empat. Sarmo memang guru silat. Dengan mudah para preman pasar dilumpuhkan. Esok harinya Sarmo dipanggil ke Polsek yang kedua kalinya dengan laporan berita acara perkara. Bahwa Sarmo berbuat tindakan kekerasaan di kampungnya.

   Setelah kejadian itu Sarmo dan istrinya pergi meninggalkan kampung halaman. Memutus mata rantai permasalahan dengan salah satu staf kecamatan. Sebab hukum rimba sudah mengalir deras di kampungnya. Siapa kuat. Mempunyai kekuasaan pasti menang. Kolaborasi para preman dan petugas sudah mengakar kuat di kampungnya. Sarmo kemudian ikut bekerja menjadi kuli batu pada mandor proyek padat karya di Bali. Sekarang menetap tinggal di Bali. Banting setir menjadi nelayan tradisioal dan membina seni menari di sanggarnya. Diberi nama sanggar menari “Guyup Rukun“. Hampir rata-rata peserta adalah para turis yang memanfaatkan waktu musim liburan.

  Bahkan sekarang sudah mampu membeli tanah seluas seratus tiga puluh meter persegi. Membangun rumah berbentuk joglo dengan ukuran lima kali tujuh. Model bangunan separo bata merah. Dindingnya dari anyaman bambu yang dibuat sendiri. Sarmo menjadi temen dekat denganku. Berfungsi sebagai saudaraku. Juga tempat curhat bahkan tukar segala ilmu.

  Jam delapan pagi bersama merekahnya cahaya matahari pagi, aku melihat Sarmo turun dari perahu kecilnya. Wajahnya ceria penuh senyum kemenangan juga harapan. Tadi malam harus berkelahi dengan ombak badai dan dinginnya angin malam pantai. Menempuh perjalanan hidup dengan maut. Menjadi nelayan tradisional. Turun sambil menggendong jaring ikan. Ada tiga tong plastik berwarna biru tempat menyimpan hasil tangkapan ikannya.

 Aku langsung mendekati Sarmo sambil melihat hasil tangkapan ikan.

“Wauu dapat banyak ikannya ya, Kang.

“Iya.

“Ada ikan tuna nya ya, Kang.

“Ada, malah dapat empat agak besar.

    “Mana Kang?

   “Itu di samping jrigen.

  “O iya ya, Kang.

  “Silahkan diambil.

     “Iya Kang aku ambil dua saja ya Kang.

  “Ya gak apa-apa.

  “Aku bawa dulu ya, Kang.

  “Ya, ya.

     Aku melangkah pulang sambil menenteng dua ikan tuna dua dengan berat sekitar satu kilo perekornya. Cahaya matahari sangat terang bersama semilir angin pantai. Ketika aku berjalan tampak bayangan tubuh dan tanganku sedang menenteng dua ekor ikan tuna di bawah cahaya mentari pagi.




AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.

Senin, 17 Januari 2022

Pelatihan Menulis Cerkak Banyumasan

 


Mari ikuti kelas menulis Cerkak Banyumasan bersama narasumber tamu yang mumpuni: Jefrianto (Pegiyat Sastra Jawa). 

Pelaksanaan: 12 dan 13 Februari 2022, pukul 20.00 - 22.00 WIB via google meet.

Biaya pendaftaran murah meriah (50 ribu).

Pendaftaran melalui link: 

https://bit.ly/PelatihanCerkakKMAP2022

info lengkap ada di poster.

Senja Menguning di Pantai Sanur

 


pixabay.com


(Pelukis dan Parfum ke-5)

Agus Yuwantoro


      Matahari mulai tenggelam berbalut kabut berwarna putih. Cahayanya berwarna kemuning keemasan menembus  riak gelombang air pantai. Berjalan lembut bersama hembusan angin senja. Tampak bayang-bayang cahaya matahari mulai menghilang di balik cakrawala. Aku duduk di tepian pantai Sanur. Di bawah pohon kersen  yang sedang berbuah berwarna hijau dan merah. Tadi malam membuat sketsa lukisan tokoh pergerakan emansipasi wanita Jawa Ibu Kita Kartini. Dengan warna natural juga tampilan yang berbeda. Cukup menguras daya imanjinasiku. Harus membayangkan sedang membaca buku di samping cahaya lampu teplok minyak dengan rambut terurai memanjang.

     Kartini Lahir pada tanggal 21 April 1979 di Jepara Jawa Tengah. Pada tanggal 2 Mei 1964 Presiden pertama Ir.Soekarno menyatakan RA Kartini menjadi salah satu pahlawan Nasinoal. Pejuang penegak feodalisme dan rasa ketidakadilan lelaki dan perempuan. Surat-surat yang dikirim sahabat ke Belanda bernama Stella. Menceritakan rasa kesedihan kaum wanita Jawa. Terjajah. Dipingit. Tertekan. Menjadi eksploitasi seks di kalangan para priyayi dengan cara dijadikan selirnya.

       Tidak bisa melanjutkan sekolah yang lebih tinggi seperi kaum wanita Eropa. Wanita jawa terhipnoptis doktrin nilai wanita. Cukup mengelola tiga hal : memasak, melahirkan dan menemani tidur suami. Cukup. Lainnya tidak bisa sebab melanggar norma adat yang berlaku waktu itu. Kartini mulai belajar paham agama Islam. Guru spiritual Kyai Sholeh selalu setia setiap hari menjawab semua pertanyaan dari Kartini. Tentang konsep Ketuhanan yang benar.

     Kumpulan surat-surat menjadi buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Terinspirasi dari QS Al Barokah 257 yang artinya : Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir. Pelindung-pelindungnya ialah syaitan yang mengeluarkan mereka dari pada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

    Kartini menikah dengan Joyo Diningrat. Wafat pada usia yang masih muda dengan usia dua puluh lima tahun. Setelah wafat lahirlah Kartini-Kartini baru yang mampu bersaing dengan kaum lelaki. Bahkan mampu menjadi presiden Republik ini yang ke 5. Bahkan sekarang ini ada yang berhasil menjadi astronot. Pilot. Tentara. Polisi. Bahkan Jaksa dan Hakim. Harkat martabat wanita terus bersaing dengan kaum lelaki. Sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Mengilangkan mitos wanita Jawa yang hanya mampu: masak manak ngamar. 

  Untuk menghibur diri juga mencari inspirasi aku duduk di atas batu menikmati cahaya senja juga hembusan angin malam pantai. Sehingga rambutku terasa dibelai lembut. Mengingatkan aku pada gadis dari dusun Munggangsari Supraptiwi. Dengan tampilan wajah natural tanpa olesan bedak sedikitpun. Rambutnya lurus hitam. Kedua bola matanya tajam penuh aura kasih sayang. Giginya putih rata enak dipandang. Ketika tersenyum bibirnya merekah memerah basah. Warna kulitnya kuning langsat. Tinggi badannya seratus enam puluh tiga. Di bawah telinga sebelah kiri ada warna sedikit hitam. Menjadi ciri khasnya. Orang kampung sering memberikan julukan si tompel.

Gelombang air pantai mulai kejar-kejaran sehingga sampai bibir daratan. Tidak terasa kakiku tersentuh air pantai. Memecahkan lamunanku. Perasaan cinta ternyata tidak harus memiliki. Hanya rasa cinta yang mekar tumbuh bersemi tidak sesuai dengan mimpi. Di bawah cahaya senja dan hembusan angin malam. Aku pasrahkan hidup ini pada Tuhan: Jodoh. Rezeqi. Kematian adalah kehendak Tuhan. Yang menciptakan segala makhluk juga seisi bumi. Semua yang hidup di bumi selalu ada garis rezeki sesuai dengan jalan hidupnya masing-masing. Tinggal satu perasaan hati nurani. Sebatas mana kita bisa mensyukuri atas rezeki itu sendiri.

Di atas gelombang air pantai yang mulai tenang. Kelihatan pantulan cahaya lampu-lampu perahu nelayan. Cahaya lampu kamar hotel berbintang kedap-kedip seperti kunang-kunang yang menari bebas di atas rerumputan. Di saat aku menikmati hembusan angin malam yang basah. Aku melihat bayangan tubuhku di bawah lampu hias taman. Apa tujuan sebenarnya hidup ini.

 Aku sering berdialog sendiri dengan hati nurani. Ternyata tujuan hidup ini pada hakikatnya hanya mencari titik kebahagian hati. Ada nilai keseimbangan antara angan dan kemampuan. Bisa mengukur kemampuan diri sendiri. Tidak harus panjang angan-angan dalam mengejar apapun di dunia ini. Kegedhen pyak kurang jagak (panjang angan angan tidak bisa melihat kemampuan yang ada) sehingga bisa muncul ketenangan hati. Mampu memadukan kemampuan dan situasi kondisi yang ada. Hidup pada prinsipnya harus ada nilai keseimbangan.

    Apa saja bentuknya seperti hukum alam. Ada siang dan malam. Ada hujan dan terang. Harmoni kehidupan alam penuh keseimbangan. Agar hidup lebih tertata indah seperti cahaya bintang gemintang dan rembulan. Mampu menerangi setiap langkah kehidupan yang bermakna. Bisa mengukur kemampuan diri sendiri. Tidak terhanyut terjajah diperkosa sebuah keinginan di luar batas kemampuan. Sehingga mengalami kehidupan yang konyol. Hidup tanpa konsep juga tujuan yang jelas.

Kehidup ini bisa dikatakan indah penuh kebahagian itu tergantung pelaku kehidupannya diri sendiri. Ketika cerdas mengartikan hakikat hidup. Tiada hari selalu berusaha semaksimal mungkin. Sesuai dengan bakat minat dan kemampuan. Juga penuh dihiasi doa-doa yang terbaik. Memberikan kemanfataan untuk orang banyak. Bukan sebaliknya justru malah selalu membuat sakit hati juga kerugian pada setiap orang. Berbuat curang dalam segala langkah hidupnya. Mencari keuntungan sesaat dengan cara mencuri hak-hak orang lain. Memburu jabatan dan pangkat tidak lewat jalur yang sebenarnya. Segala bentuk  jabatan dengan metodologi transaksional. Lelang jabatan. Seperti di lelang pasar ikan.

Ketika semua promosi jabatan dengan pondasi dasar transaksional. Bahkan sudah menjadi budaya dan tradisi. Maka imbasnya banyak posisi jabatan yang bukan ahlinya. Maka pelan-pelan pasti akan mengalami kehancuran pada zamannya. Semakin subur tumbuh berkembang paham jabatan transaksional. Maka alam jagad rayapun seolah tidak terima.

   Maka wajar datanglah bertubi-tubi yang namanya bencana alam. Sebab faktor tingkah laku manusia itu sendiri. Tidak mampu menerjemahkan arti nilai dasar kejujuran. Yang semakin hari nilai kejujuran tergeser oleh ambisi sesaat. Maka sangat wajar ketika sekelompok orang masih menggengam nilai kejujuran. Persis seperti menggenggam batu bara yang panas penuh api menyala merah.

  Aku masih duduk di bawah pohon kersen menikmati warna air pantai yang selalu berubah warna. Terkadang hijau, merah, kuning bahkan persis warna pelangi. Sebab cahaya rembulan berkolaborasi dengan lampu hotel yang berwarna warni. Terasa asyik ketika aku bercumbu senja di pinggiran pantai Sanur Bali. Di saat seperti ini aku duduk sendiri di pinggiran bibir pantai. Terasa kecil sekali. Hanya rasa puja puji, rasa syukur selalu aku panjatkan pada sang pemberi rezeki ialah Tuhan.

Seperti biasa pada saat senja mulai menghilang sudah aku siapkan buku gambar dengan pensil 2B. Melukis senja. Gelombang air pantai yang mesra saling kejar mengejar. Burung camar beterbangan bebas di pinggiran pantai. Cahaya lampu mercusuar menghidupkan bayangan perahu para nelayan di tengah pantai luas. Tapi malah bukan itu yang aku lukis. Secara reflek aku malah melukis kedua bola mata Supraptiwi dengan tatapan yang tajam.

     Persis setajam silet goal. Saking asyiknya melukis kedua bola mata itu badanku terasa hangat. Anganku melayang terbang bebas. Ternyata lukisan kedua bola mata itu menumbuhkan kasmaran. Walaupun beku bahkan membisu tanpa makna. Pelan-pelan aku bercumbu dengan halusinasi. Menciptakan bercinta lewat ilusi di bawah alam pikiran kesadaran. Betapa hebat nilai cinta. Sehingga mampu membuat adegan bercinta dalam ilusi. Berdiam sunyi sendiri meditasi bercinta dengan imanjinasi.

   Cinta bisa mengguncangkan jiwa seperti Bandung Bondowoso. Untuk membuktikan perasaan cintanya pada Roro Jonggrang. Meminta dibuatkan seribu candi dalam satu malam. Demi cintanya yang membakar dibangunnya candi walaupun menjelang fajar kurang satu candi. Roro Jonggrang menolak cintanya. Akhirnya Bandung Bondowoso terbakar rasa cintanya. Emosi pada Roro Jonggrang. Dibacakan mantra Roro Jonggrang menjadi  candi untuk mencukupi permintaanya.

   Kisah cintanya Sheh Jihan pada istri tercintanya dari Persia. Setelah istri tercinta meninggal dunia dibuatkan istana makam yang hebat luar biasa indah bernama Taj Mahal di India. Bahkan sampai sekarang menjadi ikon destinasi wisatawan lokal maupun asing. Sebagai tanda kekuatan cinta pada kekasihnya. Seperti kisah cintanya Romoe dan Juliet ala Mesir Romawi. Kisah cinta sehidup semati zaman Mesir kuno Cleopatra dan Antony. Berakhir dengan mati cara bunuh diri setelah Antony dinyatakan meninggal dunia kemudian menyusul Cleopatra.

  Ketika senja menghilang bersama semilir angin malam. Aku pulang ke rumah kontrakan. Melanjutkan lagi untuk melukis tokoh gerakan peradaban moral wanita di Jawa. Pesanan dari koletor lukisan natural Bapak Suherman dari Jakarta. Sebab beberapa bulan lagi mau diambil lukisan itu. Aku harus melukis dengan semaksimal mungkin agar pelanggan merasa puas dan senang dengan hasil lukisan tokoh itu.

 

 

 


AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.

Minggu, 16 Januari 2022

Tamu Tak Terundang

 

pixabay.com

Eka Widianingsih

 

Jelang Magrib, terlihat ada seorang wanita berkaos merah, mengetuk pintu ruang tamu. Ibu yang tengah menikmati tontonan di televisi bergegas mendekati pintu memastikan siapa yang datang. Sambil menyodorkan proposal berlogo panti asuhan, wanita itu mengutarakan maksud kadatangannya.

“Maaf Ibu, saya dari sebuah desa terpencil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat ingin memohon keikhlasan dan kerelaan Ibu memberikan santunan untuk anak-anak panti asuhan yang kami kelola. Ini proposal pendukungnya.” Wanita itu memperlihatkan proposal yang dibawanya.

Ibu Arifa yang sedari tadi memperhatikan wanita itu kemudian meraih proposal permohonan dana yang disodorkannya. Tidak berapa lama kemudian Ibu Arifa masuk ke kamar seperti mengambil sesuatu. Dari dalam lemari kayu pintu tiga, Ibu Arifa mengeluarkan dompet berisi sejumlah uang kertas. Tanpa pikir panjang diambilnya satu lembar uang kertas berwarna biru yang masih tersisa di dompet itu. Segera Ibu Arifa keluar kembali menemui wanita berkaos merah.

“Ini Mba, saya ikut menyumbang untuk anak-anak panti asuhan.” Ibu Arifa menyerahkan selembar uang kepada wanita itu.

“Terima kasih Ibu, semoga berkah, sehat selalu bersama keluarga,” jawab wanita itu sambil mengambil proposal di atas meja.

“Aamiin,” ucap Ibu Arifa sambil tersenyum.

“Saya langsung pamit Bu, sekali lagi terimakasih.” Wanita berjilbab hitam itu keluar meninggalkan Ibu Arifa di ruang tamu.

Malampun datang. Seperti biasanya Ibu Arifa sekembali dari masjid langsung duduk manis di depan TV menikmati sajian sinetron kesayangannya.

Waktu menunjukkan pukul 19.35. Aninda yang baru selesai salat Isya munfarid ikut bergabung menonton sinetron pilihan Ibu Arifa. Di sela-sela iklan televisi, Aninda mendekati Ibu Arifa yang tengah bersandar santai di kursi panjang.

“Bu, tadi kayaknya ada seorang wanita berkaos merah di depan pintu, siapa ya?” tanya Aninda kepada Ibu Arifa.

“Oh, itu orang dari jauh minta sumbangan untuk anak-anak panti asuhan. Dia juga bawa proposal lengkap.” 

“Tadi, Ibu kasih berapa?” tanya Aninda penasaran.

“Semuanya saya kasihkan. Kasihan datang dari jauh, mau kasih sedikit tidak tega,” jawab Ibu Arifa.

“Ibu tidak tahu sih, dia itu kemungkinan hanya modus. Maksudnya hanya meminta-minta tetapi dilengkapi proposal agar lebih meyakinkan orang-orang yang tidak paham. Sebenarnya itu adalah trik para oknum untuk mengelabui orang-orang yang masih polos seperti Ibu.” Aninda mencoba menjelaskan kepada Ibu Arifa.

Mendengar penjelasan Aninda, Ibu Arifa mendadak bermuka datar. Terlihat beliau tidak sepakat dengan pendapat Aninda. Walaupun tidak berusaha membela diri, tapi terlihat jelas kalau Ibu Arifa kecewa dengan Aninda.

Seketika Aninda menyadari keadaan itu. Aninda menyesal sudah bicara panjang lebar kepada ibundanya.

“Kenapa tadi saya harus mengatakan hal itu. Toh itu uangnya Ibu sendiri, mau digunakan apa saja terserah beliau. Kalau seperti ini tanda-tanda akan terjadi aksi diam seribu bahasa,” demikian Aninda bergumam dalam hati.

Sudah menjadi kebiasaan ibundanya, yang sangat dimengerti Aninda apabila beliau merasa tidak nyaman dengan keadaan akan melancarkan aksi andalannya. Diam membisu tanpa ekspresi dalam setiap waktu, untuk seseorang yang dianggap sebagai pelakunya.

Aninda sadar sepenuhnya bahwa untuk orang tua tidak perlu ada adu argumen, walaupun jelas-jelas orang tua yang keliru. Maksud hati ingin meluruskan tetapi orang tua sudah sepantasnya diperlakukan dengan lemah lembut. Orang tua sudah lelah dengan urusan mengasuh dan membesarkan kita, saatnya kita mencukupi kesenangannya, bukan malah mendebat kealpaannya.

Malam itu Aninda sangat terusik dengan peristiwa tamu tak terundang. Tamu yang datang tiba-tiba menjadi penyebab diamnya ibunda tercinta. Kesunyian di malam itu menjadi awal gemuruhnya suasana hati Aninda. Kantuk pun tak kunjung datang. Dengan memeluk gadis kecilnya, Aninda berusaha mendapatkan rasa kantuknya yang malam itu hilang entah ke mana. Sampai dengan jelang dini hari mata sayunya tidak bisa terpejam.

Perlahan Aninda menuju ke ruang makan. Berharap bisa menghalau gundahnya, Aninda buka tutup saji di meja makan. Dilihatnya ada nasi kotak masih utuh yang sedianya disiapkan untuk ibundanya. Ternyata nasi kotak pun tak disentuh sang ibunda. Apakah karena ibunda benar-benar marah?

Hari berganti hari, Aninda tak juga temukan jawaban akan pertanyaan di benaknya. Yang pasti kejadian itu menjadi pelajaran berharga, pengingat untuk tidak mengulang kembali. Apapun yang dirasa tak sejalan dengan harapan tentang ibundanya, tak perlu lagi ditanggapi dengan serius. Biarlah semua berjalan sesuai kehendak ibundanya, yang penting suasana rumah tetap terjaga. Bagi Aninda yang penting adalah kebahagiaan ibundanya bukan tegaknya kebenaran di lingkungan rumahnya.

 




Eka Widianingsih, S.Pd., guru di SMA Negeri 1 Rembang Kabupaten Purbalingga.

Rabu, 12 Januari 2022

Menjadi Guru Merdeka

pixabay.com


 Oleh Arsyad Riyadi


Kebijakan merdeka belajar yang dikemukakan Mas Nadiem terus bergulir. Tidak hanya berhenti dengan digantinya USBN dengan ujian sekolah, dihapuskannya UN, RPP yang disederhanakan, serta PPDB sistem Zonasi saja tetapi juga menyentuh ranah guru melalui program Pendidikan Guru Penggerak (PGG).

Sebagus apapun kebijakan pemerintah, tidak akan berhasil tanpa ada perubahan pada pelaku kebijakan tersebut yaitu para guru. Seperti tertuang dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Nomor 3028/B/Gt/2020 Tentang Pedoman Pendidikan Guru Penggerak, merdeka belajar  dimaknai sebagai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan. Dalam implementasinya, peserta didik ini harus “merdeka belajar”, sedangkan guru harus “merdeka mengajar”.

Guru yang merdeka mengajar ini atau guru merdeka ini dalam perjalanannya tidak mulus. Pertama, tidak semua ikut terlibat dalam program guru penggerak. Meskipun tidak ada jaminan, setelah mengikuti kegiatan tersebut seorang guru otomatis bertransformasi menjadi guru merdeka. Kedua, tidak semua guru mendukung kegiatan guru penggerak dengan ikut bergabung ke dalam program tersebut. Meskipun bagi saya, mengikuti program tersebut adalah salah satu cara memerdekakan guru. Ketiga, adanya stigma negatif bahwa guru merdeka itu sulit atau tidak mungkin ada. Hal ini ditengarai karena berbagai alasan sebagai berikut: (1) guru terbebani oleh berbagai administasi; (2) guru terbebani dengan berbagai tugas tambahan lain; (3) guru masih terbebani dengan mencari tambahan penghasilan; (4) guru terbebani dengan pemenuhan kurikulum; (5) guru tidak berani untuk bebas berekspresi; dan berbagai alasan lain.

Pada tulisan ini akan dicoba mendefinisikan arti dari guru merdeka, menjawab berbagai stigma negatif seperti yang diuraikan di atas, serta bagaimana mewujudkan merdeka belajar bukan sekadar wacana atau dimiliki sebagaian guru saja, khususnya yang terlibat dalam Program Guru Penggerak.

Dalam buku Merdeka Belajar yang ditulis oleh Najelaa Shihab & Komunitas Guru Belajar, dituliskan bahwa kemerdekaan ini sebagai modal agar kompetensi guru menjadi optimal. Guru yang merdeka yang bisa membebaskan anak, hanya guru yang antusias  yang menularkan rasa ingin tahu pada anak, dan hanya guru belajar yang pantas mengajar. Guru yang merdeka adalah guru yang memiliki komitmen pada tujuan belajar, guru yang mandiri, serta guru yang reflektif.

Guru yang merdeka ini adalah guru yang siap berkolaborasi atau bersinergi. Bagi Covey, hanya orang-orang yang sudah merdeka atau  mandiri (independence) yang bisa menjalin kesalingketergantungan (interdependence). Dua orang yang saling tergantung (dependence) tidak akan menghasilkan ketergantungan (interdependence), tetapi harus melewati fase untuk mandiri/merdeka terlebih dahulu. Jadi, guru yang merdeka adalah guru yang mampu saling mempengaruhi serta membentuk tim yang kuat. Guru yang merdeka ini tidak berhenti sebagai single fighter tapi siap menjadi anggota tim yang solid.

Kalau penulis berani mengatakan bahwa guru yang merdeka ini adalah guru yang profetik. Seperti yang dikatakan oleh Kuntowijoyo dalam buku Islam sebagai Ilmu, kata profetik ini mengandung muatan yaitu humanisme (amar ma’ruf), liberasi (nahi munkar), dan transendensi (tu’minuna billah).

Guru merdeka adalah guru yang humanis (memanusiakan manusia) artinya guru yang selalu menebar kebaikan, guru yang menjadi teladan bagi siswa, guru yang ramah, guru yang memahami dan menghargai setiap siswanya secara individual. Guru tipe ini akan selalu diharapkan kehadirannya oleh murid. Guru ini mampu memposisikan diri kapan sebagai guru, orang tua bahkan teman.

Guru merdeka adalah guru yang memiliki sifat liberasi (membebaskan manusia). Guru seperti ini akan membebaskan murid-muridnya dari kebodohan, rasa tak berdaya, kemandegan berpikir, ketakutan, kekhawatiran dan hal-hal lain yang menyebabkan siswa tidak leluasa untuk berekspresi. Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Paulo Freire, bahwa pendidikan berperan membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan ketertindasan.

Guru yang merdeka adalah guru yang menjadikan transendensi (keimanan) sebagai dasar dan tujuan dalam mencerdaskan siswa. Guru ini adalah guru yang ikhlas, guru yang hanya semata-mata mencari ridho Allah SWT, guru yang bukan semata-mata mengantarkan kesuksesan jangka pendek siswa dan dirinya tetapi juga demi jangka panjang yaitu kehidupannya kelak nanti di akhirat.

Guru yang ikhlas ini jangan dipahami sebagai guru yang tidak membutuhkan bayaran atau gaji, tetapi guru yang tidak menjadikan bayaran atau gaji sebagai alasan untuk menjadi tetap produktif. Guru tipe seperti ini tidak akan “terjajah” oleh minimnya penghasilan. Guru yang seperti ini selalu berusaha melakukan kebebasan finansial berapapun penghasilan yang didapatkan. Guru seperti ini sangat mungkin mencari berbagai tambahan penghasilan tetapi tidak menjadikannya sebagai alasan untuk tidak memberi layanan yang tidak optimal.

Guru yang merdeka ini tidak menjadikan administrasi, pemenuhan kurikulum, tugas tambahan dan hal-hal lain menghambat dirinya untuk merdeka mengajar dan membuat siswa merdeka belajar. Guru merdeka menyadari bahwa administrasi bagian dari pertanggungjawaban dirinya dalam membuat perencanaan pembelajaran sampai mengevaluasinya. Guru merdeka ini menjadikan tugas-tugas tambahan yang ditambahkan sebagai cara untuk lebih meningkatkan kompetensinya serta bagaimana mengelola waktu dengan baik. Tak ada celah untuk mengeluh, karena guru merdeka ini memiliki energi yang berkelimpahan. Energi yang berasal dari Tuhan Sang Pencipta selaku guru yang transenden.

Jadi, sudah bersiapkah menjadi guru yang merdeka atau setidaknya percaya bahwa guru merdeka itu ada dan siap diwujudkan?





Arsyad Riyadi, S.Si., Pengawas SMP Dindikbud Kab. Purbalingga, Aktivis IGI (Ikatan Guru Indonesia), Pengajar Praktik Program Guru Penggerak Angkatan Pertama, dan Fasilitator Guru Penggerak Angkatan 5, serta blogger.