Minggu, 26 Desember 2021

Kangen Biung di Kampung

 

pixabay.com

(Pelukis dan Parfum ke-3)

Agus Yuwantoro

       Hampir lima tahun aku tinggal di salah satu wilayah Bali. Rasa kangen pada biung begitu meledak dan menggebu-ngebu. Ketika aku melihat rombongan tamu wisata lokal dari kota asalku. Spontan wajah biung muncul di depanku. Tampak garis-garis wajahnya penuh dengan perjuangan mendidikku, membesarkanku tanpa ada rasa lelah dan putus asa sedikitpun. Penuh semangat cinta kasih yang tulus. Tiap hari memeluk, memandikan dengan air hangat. Membersihkanku sehabis berak bahkan ketika aku pilek. Lubang hidungku penuh ingus warna hijau di sedot dengan mulutnya.

      Aku masih ingat setiap pagi di suapi nasi putih dengan pisang ambon sudah dibubuk lembut. Sambil berjalan melihat luasnya tanah persawahan. Ketika senja datang aku disuruh berdoa mohon pada Sang Pencipta segala isi jagad alam raya. Agar selalu diberikan kemudahan kelancaran juga kesehatan. Memohon selamat hidupnya di dunia akherat. Hidup penuh dengan cahaya keberkahan dan barokah. Memohon ampunan kepada setiap orang yang dulu selalu berbuat jahat dan menyakiti hati. Biar diampuni dosa-dosanya. Jangan punya rasa dendam sedikitpun pada orang yang berbuat jahat juga menyakiti. Tidak baik.

       Ketika senja menghilang berganti malam, dinding langit mulai gelap. Kelihatan sisa cahaya rembulan berwarna kemuning keemasan masuk dalam lubang dinding kamar terbuat dari anyaman bambu. Sebelum tidur biung mendekapku sambil membelai rambutku. Kemudian tangannya sebelah kanan menepuk-nepuk pantatku. Mendongeng cerita klasik seperti timun mas, kancil nyolong timun, juga tokoh kisah cinta Bandung Bondowoso membangun candi Prambanan untuk Roro Jonggrang dalam waktu semalam.

      Tapi aku paling senang ketika biung bercerita tentang tokoh Wali Songo yang namanya Sunan Kali Jogo. Tokoh penggerak peradaban moral di tanah jawa. Membuang ajaran syirik. Menyekutukan Tuhan. Menyembah dan memohon pada pohon dan batu yang dianggap keramat Juga mampu memberikan keberkahan. Peradaban orang jawa kuno dengan aliran animisme dan dinamisme. Jauh dari ajaran agama yang benar.Tahayul. Bidah. Khurafat. Meraja lela bahkan berkembang dalam keyakinan yang sesat. Sebab bodoh tidak paham betul ajaran agama yang benar juga faktor kemiskinan meraja lela.

      Lahirnya Wali Songo di tanah jawa mengubah peradaban juga pola berpikir. Asli nama Sunan Kali Jogo adalah Raden Sahid darah biru dari Tuban. Pekerjaannya setiap hari selalu mencuri dan merampok harta benda orang-orang kaya. Hasil merampok dibagikan pada kaum fakir miskin dan duafa. Ketika mau merampok di tengah hutan bertemu dengan seorang kakek tua. Berjalan sambil membawa tongkat. Raden Saleh melihat tongkat itu bercahaya persis emas. Ingin merebutnya tongkat itu, tapi tetap tidak bisa. Bahkan bisa menghipnotis semua yang dilihat menjadi emas semuanya. Semenjak itu Raden Sahid tersungkur malu pada kakek tua itu.

      Ternyata bernama Sunan Bonang. Merengek-rengek memohon untuk menjadi muridnya. Sebab mengakui kesalahannya selama ini. Tetap tidak dibenarkan. Hasil merampok untuk fakir miskin dan duafa. Salah. Berdosa. Sebelum diangkat menjadi muridnya disuruh menunggu tongkat ditancapkan di bibir sungai. Hampir tiga tahun Raden Sahid menunggu di bibir sungai. Sunan Bonang datang akhirnya diangkat muridnya. Diajarkan ilmu Agama Islam.

      Raden Sahid mampu menerima semua ilmunya kemudian mendakwahkan di sekitar tanah Jawa. Sampai menembus daerah kadipaten Kartasura, Kebumen dan Banyumas. Dengan metodologi dakwah kolaborasi kesenian daerah agar mudah dipahami juga diamalkan. Dengan penampilan baju kaum pinggiran. Blangkon dan baju berwarna hitam. Akhirnya berhasil gemilang mengubah peradaban orang jawa menuju jalan lurus benar tidak menyekutukan Tuhan.

     Dibuktikan sampai sekarang semakin tumbuh subur pembangunan masjid, pondok pesantren bahkan sekolah berbasis pesantren. Dengan tujuan memberbaiki moral anak-anak bangsa agar ke depan menjadi orang yang selalu mencintai Tuhan dan pandai bersyukur atas nikmat-Nya. Tidak bermental bobrok. Menjadi pejabat malah ahli korupsi dan berbuat sewenang- wenang. Apa-apa dijadikan sumber ladang uang demi napsu bejadnya.

      Aku ingin meniru seperti salah satu Wali Songo walaupun hanya mengamalkan lewat sisa bayangan kaki dan tangannya di bawah cahaya senja. Pesan biung harus rajin beribadah. Selalu dekat pada Tuhan. Tidak boleh menyekutukan Tuhan. Rajin puasa sunah senin kamis. Salat Tahajud. Mujahadah. Rajin membaca Alquran. Selalu aktif ikut majlis taklim agar tercapai cita-citanya.

******

      Setiap lukisan yang laku terjual aku langsung kirim uang ke biung. Sekarang biung sudah bisa membeli tanah pekarangan. Membangun rumah dengan ukuran 6 x 9. Di belakang rumah ada kolam ikan ukuran 2x3. Setiap pinggiran kolam ditanami sayur terong, jipang dan kacang panjang. Memelihara beberapa ekor ayam kampung. Di depan rumah aku buatkan kios kecil ukuran tiga kali dua. Berjualan kebutuhan pokok seperti beras, minyak, gula pasir dan sayuran. Dibantu si Sarmi anak yatim piatu. Ayah ibunya mantan juragan gula jawa. Dibunuh oleh perampok daerah pantura, ketika mau setor gula jawa satu truk ke Jakarta. Sekarang menjadi anak asuh. Juga untuk menemani biung di rumah. Sekarang biung tidak kontrak lagi di rumahnya Pak Kadus Haryamto.

      Itu saja belum sempurna dan merasa masih sangat kurang. Kalau dibandingkan perjuangan biung membesarkan juga mendidikku. Sehingga aku bisa menjadi seorang pelukis. Sekalipun hanya pelukis jalanan. Tapi semua itu adalah berkat doa-doa biung mengantarkan aku menjadi pelukis. Walaupun belum sehebat pelukis lainnya.

      Seperti sang pelukis maestro yang lahir dari tanah negri ini. Afandi Kusuma pelukis aliran romantisme. Lukisan hebat terkenal dengan judul lukisan Potret Diri Menghisap Pipa. Raden Saleh Syarif Boestaman lahir dari darah campuran Arab dan jawa. Aliran lukisan romantisme dan historis lukisan yang terkenal dengan judul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Barli Sasmitawinata dari Bali seorang pelukis memberikan urun rembug dalam dunia pendidikan pentingnya pendidikan seni rupa. Lukisan terkenal dengan judul “Gadis Bali”.

     Basuki Abdullah sang pelukis spesial di istana Jakarta pada zamannya. Ciri khas gaya melukis pemandangan alam, flora fauna. Lukisan yang terkenal diberi judul “Pangeran Diponegoro Pemimpin Pertempuran”. Sindu Darsono sang pelukis bergaya modern pada zamannya. Dengan tema melukis jujur apa adanya. Lukisan yang terkenal diberi judul “Ngaso dan Pelabuhan Tanjung Priok”. Abdullah Suriosubroto anak kandung tokoh penggerak pendidikan nasional Wahidin Sudirohusodo. Sang pelukis menonjolkan lukisan pemandangan alam. Lukisan yang terkenal diberi judul “Pemandangan Priangan dan Gunung Merapi”.

     Aku cukup mencoba melukis dengan judul Si Tun penjual jamu gendong keliling kampung. Dengan gaya baju motif leres hitam lurus dengan kombinasi cokelat memakai jarit. Rambutnya terurai memanjang. Gendong jamu sambil tersenyum menawarkan jamunya. Bukan ingin menyaingi lukisan sang maestro dunia dengan judul lukisan Mona Lisa. Pelukis dari Italia bernama Leonardo Da Vinci. Seorang pelukis juga penulis, arsitek, musisi dan pematung. Bahkan kecerdasannya nembus nilai IQ 220.

      Lukisan Mona Lisa sampai sekarang masih mengundang banyak misteri. Ada yang berpendapat identitasnya masih misteri. Senyumnya yang misterius dan terlihat sangat cantik. Terdapat kode rahasia dari kedua pandangan matanya. Wanita dalam lukisan Mona Lisa sedang hamil dan sakit sebab kedua tangannya sedang memegang perut. Bahkan pernah dicuri di ruang galeri Louvre pada tanggal 21 Agustus 1911 oleh Vincenzo Peruggia. Akhirnya tertangkap dipenjara satu tahun lebih lima belas hari. Alasannya mencuri sebab sangat mencintai lukisan Mona Lisa. Semenjak kejadian itu lukisan Mona Lisa viral. Akhirnya terkenal sampai sekarang.

      Aku akan benahi lukisan judul si Tun penjual jamu gendong keliling. Aku tebalkan kedua bola matanya kesan menantang kemiskinan. Senyumnya aku buat lebar bertanda berani menantang kehidupan. Rambutnya aku cat hitam bertanda pantang menyerah. Buah dadanya aku tutup kutang dan baju leres hitam cokelat bertanda pandai cerdas menyimpan daerah kewanitaannya. Namun, sayang yang sering menikmati lukisan itu para sopir dan kenek bus pariwisata. Duduk pesen kopi hitam panas sambil melihat lukisan itu. Itu sudah nilai yang luar biasa istimewa bagi aku.

******

      Ketika aku naik kelas enam sekolah dasar sebagai syaratnya untuk ujian akhir. Harus mengumpulakan foto kopi surat kelahiran dari Desa. Tampak wajah biung memerah bibirnya kaku bahkan tidak bisa berucap satu kata. Ketika aku membaca surat kelahiran ternyata aku dilahirkan dari seorang biung. Tanpa ada nama yang tertulis nama ayah. Aku paham bahkan tidak kecewa sedikitpun. Biung tetap biung. Apapun bentuk alasan juga ceritanya tetap biung. Sudah hukum wajib harus selalu berbakti pada biung. Sebagai bukti rasa berbakti pada biung.

      Semenjak itu aku tidak paham betul karakter dan tokoh seorang ayah. Aku sama sekali tidak menyalahkan biung. Apa lagi yang namanya lelaki yang menghamili biung. Akan menambah luka yang paling dalam. Ketika aku harus merengek-rengek di hadapan biung siapa ayahku. Yang aku tau biung pahlawan dalam kehidupanku. Biung juga berfungsi ganda seperti mata uang keping di depan berfungsi biung di belakang berfungsi seorang ayah. Biungku hebat. Terlepas hukum adat di kampungku memfonisku anak jaddah. Anak yang lahir tidak punya ayah. Bahkan menjadi mala petaka di lingkungan.

      Aku tetap mencintai dengan setulus hati. Biung tetap Biung. Sebab surga itu terletak di bawah telapak kaki Biung. Tanpa harus menggugat siapakah sebenarnya Ayahku. Dengan tega menghamili biung tanpa ada sedikitpun rasa tanggung jawab. Bahkan menelantarkan posisi status sosial biung dengan aku. Tapi aku juga merasa bersyukur tidak senasib dengan jabang bayi yang baru lahir. Dibuang dalam bak sampah. Bahkan dicekik sehingga mati kemudian dibuang. Juga dengan tega di multilasi berkeping-keping dimakan anjing malam. Sebab lelaki biadab yang mencuci otak seorang perempuan habis dihamili. Membisik dan mengajak menghilangkang jejak perilaku bejadnya. Membuang atau membunuh bayi baru lahir sebab hubungan gelap. Atas nama cinta berbalut napsu dan penuh kedustaan.

      Maka sering kali setiap hari ditemukan bayi masih merah darah penuh kalungan usus melingkar perutnya. Ditaruh di terminal. Pasar dan Pelabuhan. Bahkan sudah ada yang tewas menjadi mayat dalam tas kresek plastik berwarna hitam. Sebuah kejahatan hebat berawal dari perilaku seks bebas dan seks di luar nikah. Bahkan lebih kejam dari korban perang. Bayi yang baru lahir belum membawa dosa-dosa harus dibunuh untuk membuang jejak. Atas nama perbuatan seks bebas. Perilaku ini hampir persis pada zaman jahiliyah membunuh dan mengubur hidup anak-anak perempuan atas nama kekuasaan napsu sesaat.

    Biung tetap biung. Rasa kasih sayang diluapkan penuh rasa tulus penuh kasih sayang pagi sampai menembus malam. Bahkan ketika si anak badannya panas. Semalam tidak tidur menunggu anaknya sambil memberikan handuk kecil basah untuk mengkompres jidatnya. Sehingga akan membekas dalam darah dan otak setiap anak. Tanpa harus meminta upah dan jasa berbentuk finansial. Hanya seorang anak yang bodoh juga dosa besar ketika menuntut lewat jalur hukum.

      Menuntut biungnya sendiri gara-gara rebutan sepetak tanah pekarangan. Juga hanya menebang pohon di tanah pekarangan anak kandungnya untuk bahan kayu bakar untuk memasak. Dengan tega mengadukan ke pihak pengadilan dengan berita acara perkara mencuri kayu. Sungguh terlalu dan jelas berdosa besar perbuatan anak kandung seperti itu. Persis seperti cerita klasik Malin Kundang dari kecil dibesarkan penuh rasa kasih kasih sayang oleh biungnya. Setelah dewasa sukses kaya raya berpangkat punya jabatan tinggi. Istrinya cantik. Lupa. Bahkan melupakan biungnya sendiri. Bahkan tidak mau mengakui biungnya sendiri. Sebab tertutup mata hatinya oleh kedudukan, jabatan, pangkat, kekayaan serta istri yang cantik.

     Tetap saja tidak mau mengakui biungnya sendiri. Bahkan menghujat menghina mencemooh di hadapan istrinya. Seketika itu juga biung merasa sakit. Kecewa berat juga sakit hati. Anak yang dilahirkan dari perutnya. Tiap hari dimandikan, disuapi bahkan digondong kemana-mana. Setelah menjadi orang berpangkat punya jabatan, kekuasaan lupa. Bahkan melupakan biungnya sendiri. Doa-doa biung adalah doa Tuhan. Bahkan kutukan biung adalah kutukan Tuhan. Doa-doa biung didengarkan oleh Tuhan. Malin Kundang anak durhaka pada biungnya sendiri. Sebuah petaka Malin Kundang jadi batu di bibir pantai. Semua ini ada pelajaran yang mendalam untuk kita semua betapa pentingnya nilai berbakti pada biungnya sendiri.

      Bahkan waktu aku kelas enam SD, ibu guru sering menyarankan, hormati Ibumu, Ibumu, Ibumu, Ibumu baru bapakmu. Paham itu. Biung seperti saka rumah lurus kuat kokoh berdiri menahan atap dan genteng. Biung adalah pangkal dasar sumber muara lahirnya pendidikan budi pekerti dan kasih sayang. Biung adalah sumber ilmu pendidikan dasar. Dengan bahasa biung dan perasaan suci penuh kasih sayang setiap pagi dan malam mengajarkan makna kasih sayang dengan bahasa isyarat. Agar kelak setelah dewasa cerdas memaknai kasih sayang yang benar. Baik dalam keluarga masyarakat dan lingkungan kehidupannya.[]  



AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.

Kamis, 23 Desember 2021

Gadis Pengumpan

 

pixabay.com


Cing Ato


Semalam baru saja terjadi pemalakan di sebuah kampung.  Para penduduk tidak ada yang berani mencegah, karena para preman tak segan-segan melukai siapa saja yang menghardiknya, kecuali hanya seorang ulama karismatik yang mereka segani.

Para preman sering mengganggu setiap orang yang lalu-lalang di sekitar markasnya. Hampir semua yang lewat, baik para pedagang, para pengendara, para pejalan kaki tidak luput dari pemalakannya.

Bukan hanya malak, terkadang binatang ternak penduduk tidak luput dari sasarannya. Mabuk-mabukan sudah menjadi kebiasaan dan pemandangan sehari-hari para penduduk.

Perbuatan mereka mengusik hati seorang kyai setempat. Siang malam sang  kyai berpikir bagaimana cara untuk mengajak mereka ke jalan yang benar. Bertahun-tahun pak kyai berdakwah, tapi tetap saja hasilnya nihil.

Pada suatu ketika mereka melakukan pemalakan. Tapi mereka kali ini salah sasaran, ternyata yang dipalak bukan orang sembarangan.

“Hai... berhenti! Keluarkan dompet, jika tidak mau cacat,” ancam seorang preman.

“Ambil saja kalau berani !” timpal seorang pemuda.

Ketika preman hendak mengambil dompet  dengan cekatan si pemuda mencegahnya dengan memegang pergelangan tangan preman.

“Eeeh... berani kamu. Nih, rasakan pukulan dariku,” gertak preman sambil melayangkan pukulan ke arah pemuda.

Dengan cekatan pemuda menangkis pukulan preman. Preman melayangkan tangan kirinya lalu si pemuda menangkisnya dengan tangan kirinya. Tidak membuang waktu si pemuda menghajar leher preman dengan kedua tangannya. Lalu menendang perutnya hingga terpental lima meter dari tempat berdirinya.

Teman-temanya maju menyerang, pemuda tak gentar dengan mengerahkan seluruh tenaga dan gerakan silatnya. Seluruh preman  ambruk dibuatnya.

“Ampun... ampun... Bang.”

“Awas macam-macam lagi, aku patahin semua batang leher kalian.”

Para preman kabur meninggalkan tempat, sementara si pemuda melanjutkan perjalanannya.

Ternyata pemuda ini adalah keponakan pak kyai. Kebetulan pemuda ini hendak bersilaturahmi ke rumahnya. Pemuda ini merupakan jebolan pondok pesantren. Di samping menimba ilmu agama, pemuda ini juga  mendalami ilmu bela diri.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikum salam.”

“Eh, Salim. Masuk sini.”

“Bagaimana kabar keluargamu?”

“Alhamdulillah, baik-baik saja paman.”

“Eh, maaf, sepertinya kamu keringatan sekali?”

“Itu tadi ada anak muda menghadang dan malakin saya. Tidak dikasih langsung melayangkan tinju. Ya, sudah saya tumbangkan sekalian.”

“Oh, hebat kamu Lim.”

“Kenapa ada banyak anak preman di situ Paman?”

“Itulah, permasalahannya. Sudah lama paman dakwahi mereka. Sudah berbagai macam cara paman lakukan.  Kalau paman bergerak mereka hilang, nanti kalau paman lengah timbul lagi.”

“Oh, begitu paman permasalahannya.”

“Iya, Lim. Oh iya, kira-kira kamu punya ide Lim.”

“Sebentar Paman, saya berpikir dahulu.”

Salim lama berpikir dan merenung untuk mencari ide. Ketika Salim sedang kebingungan, tetiba Salim melihat foto putri pamannya yang cantik tergantung di dinding.

“Nah, paman saya ketemu ide.”

“Apa Lim?”

“Tapi, ini sepertinya berat Paman.”

“Iya, apa?”

“Takut Paman tidak setuju.”

 “Katakan saja tidak usah ragu.”

“Baik Paman. Begini Paman, bagaimana kalau   Fatimah kita jadikan umpan untuk menundukkan ketua preman?”

“Waduh, yang benar saja Lim.”

“Maksud saya, jika ketuanya sudah ditaklukkan dan bahkan dijadikan menantu paman setidaknya dia akan memandang Paman. Lambat-laun dia akan mengikuti jejak Paman.”

“Iya, juga Lim. Terkadang dakwah butuh pengorbanan, bukan saja diri kita bahkan apa yang kita miliki kita korbankan demi tegaknya dakwah amar makruf nahi mungkar.”

“Iya Paman. Semoga usaha ini diridai Allah.”

 “Aamiin.”

Strategi dakwah dirancang sedemikian rupa, kebetulan putri kyai itu tahun ini tamat dari pesantren. Pak kyai pun membicarakan perihal tersebut kepada putrinya. Bak gayung bersambut putrinya menyetujuinya.

Bergeraklah Fatimah menuju tempat berkumpulnya para preman sambil diawasi oleh Salim dari kejauhan. Ketika melintasi jalan tersebut banyak anak preman terpesona dengan kecantikan gadis berkerudung merah muda.

“Waduh, mata gua kaga salah nih,” ucap salah satu preman agak takjub.

“Ada apa?” tanya preman yang lain.

“Itu... tu... tu..., ada bidadari surga sedang lewat.”

“Lah iya, waduh cantiknya.”

 “Hai... hendak ke mana kalian?” tanya ketua preman.

 “Itu Bos... itu... tu... ada bidadari surga.”

“Diam di tempat kalian! Ini jatah saya.”

Anak-anak buah preman diam seribu bahasa tak ada yang berani melangkah. Sementara ketua preman menghampiri Fatimah.

“Assalamualaikum,” sapa ketua preman dengan sopan.

“Waalaikum salam,” jawab Fatimah.

Ketua preman sapaannya dijawab, hatinya berbunga-bunga.

“Oh, my God. Baru ini hatiku berdebar-debar. Kecantikan dan keayuannya meruntuhkan keangkeranku. Sepertinya seluruh tubuh ini jadi lemah. Kulihat gadis itu gadis yang baik. Aura kesalehannya terpancar di wajahnya.”

“Neng siapa namanya?”

“Fatimah Bang.”

“Nama yang bagus.”

“Terima kasih Bang.”

“Rumahnya di mana?”

“Itu Bang, tidak jauh dari masjid.”

“Anak Pak Kyai Hasan.”

“Iya Bang.”

“Oooh... anak Pak Kyai?”

“Kenapa Bang?”

“Tidak apa-apa.

”Bang saya buru-buru hendak ke Pasar. Kalau Abang ingin ngobrol banyak datang saja ke rumah besok saya tunggu. Tidak enak dilihat orang, jika ngobrol di tengah jalan.”

“Oh, iya... silahkan neng Fatimah.”

Fatimah melanjutkan perjalanan, sementara ketua preman terdiam kaku sambil memandangi Fatimah. Lalu ditamparlah pipinya berulang kali.

“Aku ini sedang bermimpi atau tidak ya?” tanya ketua preman kepada dirinya.

“Aduh, sakit... berarti aku tidak sedang bermimpi dan memang tadi benar kejadiannya.”

Tidak menyia-nyiakan waktu ketua preman mendatangi Fatimah. Kali ini penampilannya berbeda dengan biasanya. Kini sedikit perlente dan bau aroma wewangian. Maklum hendak bertemu gadis pujaannya.

Fatimah menyambutnya dengan ramah tamah. Begitu juga pak kyai ayahnya Fatimah.

“Alhamdulillah, sudah mulai masuk perangkap, tinggal langkah selanjutnya,” ucap pak kyai.

Beberapa bulan kemudian, ketika ketua preman berkunjung ke rumahnya pak kyai langsung ikut ngobrol bersamanya.

“De, kamu sudah sering datang ke sini. Saya hendak bertanya. Apakah Ade senang dengan putri saya?”

“I... iya, Pak Kyai.”

“Begini saja Minggu depan Ade ajak orang tua Ade datang ke sini untuk melamar anak saya.”

“Iya, Pak Kyai terima kasih. Langsung pamit saja kalau begitu Pak Kyai.”

Ketua preman berpamitan, sambil jalan hatinya bahagia sekali. Harapan mendapatkan istri cantik dan salihah sudah tergambar dalam mata hatinya.

“Alhamdulillah, yes... yes... yes,” ucap ketua preman.

Baru kali ini ucapan Alhamdulillah” keluar dari mulutnya. Dia pun bergegas pulang ke rumah. Selama ini dia jarang pulang. Andaikan pulang hanya menyakitkan hati orang tua. Namun, kali ini berbeda dari hari biasanya.

“Assalamualaikum,” sapa preman.

“Waalaikum salam,” jawab orang tuanya.

“Siapa, Mak?” tanya bapaknya.

“Tidak tahu.”

“Coba lihat!”

“Iya, Pak.”

Ibunya pun membukakan pintu, lalu sedikit kaget melihat anaknya ada di depan pintu dan tambah kaget lagi ketika anaknya salim kepadanya.

“Mak, ini aku anakmu  si Bahar. Ko, bengong saja si Mak.”

Bahar langsung masuk menemui bapaknya, sementara ibunya masih tetap bengong di depan pintu.

“Aku, tidak mimpi ya, aneh itu si Bahar apa bukan. Ko, lain dari biasanya.”

Ketika masih dalam keadaan keheranan melihat si Bahar, tetiba,

“Mak, kenapa bengong sini duduk Bahar hendak bicara?”

“Iya, ya... ya....”

“Nah, gitu duduk yang manis.”

“Begini Mak dan Bapak.”

“Bahar hendak ngajak Bapak dan Mak ke rumah Pak Kyai Hasan tetangga kampung kita.”

“Untuk apa Har?”

“Mak, dengarkan dahulu Bahar belum selesai bicaranya.”

“Iya... ya... ya..., Mak dengerkan.”

“Pak Kyai memerintahkan saya untuk membawa Bapak dan Mak serta paman dan bibi untuk melamar gadisnya.”

“Nanti dulu, kamu sakit Har.”

“Loh, kenapa Mak bicara seperti itu?”

“Mana ada seorang Kyai menerima kamu untuk dijadikan menantunya?”

 “Nih, Mak Bahar sehat,” sambil berdiri dan bergoyang.

 “Bukan begitu Bahar, Mak masih kaga percaya.”

 “Benar ini Mak, demi Allah.”

“Tumben nyebut-nyebut Allah.

“Lah, biar Bahar preman tetap Mak masih punya Allah.”

“Begini saja Mak, besok undang paman dan bibi untuk berangkat ke rumah Kyai. Jangan lupa siapkan bawaannya.”

“Iya.”

“Saya mau salat Isya dahulu.”

“Lah, tumben Har.”

“Mak, orang hendak salat dibilang tumben, pan sebentar lagi jadi mantu Kyai. Bahar ingin hafalin dan latihan dahulu gerakan salatnya agar tidak kaku. Maklum sudah lama tidak salat. Hehehe.”

Hari Minggu Bahar, bapak, ibu, paman dan bibinya berangkat menuju rumah pak kyai. Mereka diterima dengan baik. Dan langsung membicarakan acara pernikahan.

Pesta pernikahan pun di gelar. Cukup meriah banyak para tetangga kampung datang. Tidak ketinggalan anak buahnya Bahar pun pada datang dengan memakai pakaian rapih. Karena sebelumnya sudah diberi tahu oleh Bahar.

Pernikahan yang tidak biasa ini menjadi buah bibir di kalangan orang kampung.

“Gila Pak Kyai, ustaz banyak kenapa dia nikahkan anaknya dengan preman,” ucap salah satu tamu.

Sementara tamu yang lain berpandangan berbeda.

“Mungkin ini strategi beliau untuk menaklukkan sang preman dan anak buahnya. Cukup menaklukkan ketuanya, maka anak buahnya pasti mengikuti. Hebat Pak Kyai strategi dakwahnya. Mengorbankan putrinya sebagai kendaraan dakwah.”

Seiring bergantinya waktu dan berubahnya musim, seiring itu pula kondisi masyarakat sudah mulai tenang dan preman-preman yang sering membuat resah masyarakat akhirnya hilang secara perlahan. Ada yang bertaubat dan menjalani sisa hidupnya bersama masyarakat biasa dan ada juga yang pulang kampung.

Bahar pun menjadi baik dan hidup penuh kebahagiaan dengan Fatimah. Beliau  diberikan keturunan yang salih dan salihah.

“Alhamdulillah, butuh waktu 22 tahun dakwah akhirnya tersampaikan juga,” ucap pak kyai sambil sekali-sekali menghela napas. []

.........................

Suharto (Cing Ato) kelahiran Jakarta suku Betawi. Guru MTsN 5 Jakarta. Seorang penyintas GBS. Sudah 3,5 tahun bergelut dengan penyakit yang melumpuhkan seluruh syaraf. Satu tahun tak bergerak. Setelah tangan mulai bergerak berusaha bangkit untuk melawan penyakit dengan cara menulis setiap hari melalui smartphone. Walau jari-jemari masih kaku berusaha untuk menyentuh layar keyboard smartphone. Terbitlah 6 buah buku sepanjang tahun 2020-2021. Untuk tahun 2022 sudah menyiapkan beberapa draf buku yang siap diterbitkan.

Senin, 20 Desember 2021

Lomba Menulis Cerpen Tahun 2022

 





LOMBA MENULIS CERPEN

TAHUN 2022

(Khusus untuk peserta kelas cerpen KMAP yang memiliki sertifikat peserta)

 

Diambil Juara 1, 2, 3

Hadiah Pemenang: Uang Tunai dan Sertifikat

Semua karya peserta dan pemenang dimuat di web www.kelasmenulisaguspribadi.id

Pendaftaran Gratis. Pendaftaran dan pengiriman naskah mulai  5 Oktober 2022 s.d 31 Oktober 2022, dengan ketentuan:

1) Tema Bebas, naskah karya sendiri  dan merupakan karya baru, belum pernah dipublikasikan di media lain, dan tidak mengandung konflik SARA.

2) naskah ditulis di ms word A4 margin normal, huruf Times new Normal 12, spasi 1,5. Panjang 800 - 1500 kata, di bagian bawah naskah dilampiri biodata,

dan screenshoot sertifikat pelatihan menulis cerpen KMAP

3) naskah dikirim ke email aguspribadi1978@gmail.com dalam format lampiran, diberi kata pengantar dengan subjek Lomba Cerpen KMAP 2022

PENGUMUMAN PEMENANG 25 NOVEMBER 2022

JUARA 1: UANG TUNAI 250 K

JUARA 2: UANG TUNAI 150 K

JUARA 3: UANG TUNAI 100 K


Sabtu, 18 Desember 2021

Pelatihan Menulis Cerpen Daring #4

  


Salam Literasi,

Apakah di bulan Januari  2022 Bapak Ibu sudah memiliki kegiatan literasi yang oke punya? Kalau belum, Bapak Ibu bisa mengikuti kegiatan yang digelar oleh KMAP (Kelas Menulis Agus Pribadi) berupa:


Pelatihan Menulis Cerpen Daring #4 dengan narasumber tamu Utami Panca Dewi (Pemenang Pertama Lomba Guru Menulis Cerpen PGRi Provinsi Jawa Tengah 2021)


Di pelatihan ini bapak ibu akan menerima materi selama 3 hari melalui google meet.

Pelatihan berlangsung: Sabtu - Minggu, 15 -16 Januari 2022 pukul 19.30 - 21.30 WIB.


Materi:

  1. Kiat penulisan dan editing

  2. Kiat menulis cerpen

  3. Tips menembus media


Ada yang baru di pelatohan ini dari pelatihan yang biasa saya adakan, yakni:

  1. e-sertifikat

  2. e-materi

  3. narasumber Tamu yang kompeten di bidangnya

  4. bimbingan via wa grup selama 30 hari

  5. karya peserta diterbitkan di website KMAP yang berkesempatan dibaca oleh siapa saja yang bisa mengaksesnya.


Biaya pendaftaran: 100 ribu

Bonus: e-materi menggali 101 ide menulis cerpen


Jika berminat silahkan mendaftar melalui link di bawah ini:


https://bit.ly/PelatihanCerpen4KMAP2022





narahubung: Agus (085290124307)


Salam Literasi,

Agus Pribadi

Owner KMAP