Sabtu, 25 Februari 2023

Cahaya Matahari Pagi Yang Cerah

 



Oleh. Agus Yuwantoro

Pelukis dan Parfum Episode : 50

 

     Sesudah salat Subuh berjamaah, aku duduk tawakur di atas sajadah. Berzikir pada Tuhan. Agar semua urusan hidup dunia ini selalu dimudahkan. Berzikir pada Tuhan bentuk kecintaan sangat tulus ikhlas pada Sang Pencipta. Sambil menunggu lahirnya cahaya matahari pagi di atas langit jingga. Biasanya cahaya matari terbit disaat langit berwarna menguning emas bersama semburat cahaya matahari pagi. Sehingga mampu menyinari semua isi bumi. Ini salah satu tanda kebesaran Tuhan.

      Ketika aku sedang asyik berdzikir. Ada aroma khas seperti bau parfumnya bapak Suherman. Terbang melayang-layang di ruangan masjid. Aku menoleh kekanan kiri. Tidak ada bapak Suherman. Ketika aku mencoba menoleh kebelakang ternyata bapak Suherman sedang duduk slonjor dipojok dinding masjid. Sambil membersihkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil berwarna biru muda.

      Aku raba-raba kedua bola mataku. Aku ucek-ucek dengan kedua tanganku. Biar bisa melihat jelas apakah itu bapak Suherman atau bukan. Ternyata betul bapak Suherman. Sebelum aku berdiri bapak Suherman mengejarku memeluk rapat sekali dan berucap.

       “Mas, Mas bapak sudah menemukan istri tercinta.“

       “Kapan pak?”

       “Kemarin.“

       “Dimana?”

       “Di UGD Mas.“

       “UGD Pak?”

       “Ya iya di UGD ia membuat bapak sadar Mas.“

       “Syukur- syukur alhamdulillah.“

       “Iya ya Mas.“

       “Sekarang dimana?“

       “Sedang membeli nasi bungkus untuk kita semua Mas?”

       “Dimana belinya?”

       “Samping jalan rumah sakit Mas.“

        “Kan lebih dekat beli di kantin too Pak.“

        “Tidak Mas. Disana ada nasi pecel juga sayur semur jengkol.“

        “Ooo gitu ya Pak.“

        “Iya Mas.“

        “Siapa nama istri tercinta Bapak?“

        “Wagiyem.“

        “Wagiyem ya Pak.“

       “Iya ya.“

       “Bukan Sakura.“

       “Bukan!”

       “Pakai baju apa ya Pak?“

       “Longdres dengan motif pantai di Bali warna putih biru.“

       “Yang bener aja Pak?“

       “Betul Mas pakai baju longdres.“

       “Longdres.“

      “Iya baju longdres menambah cantik sekali istri Bapak Mas.“

     “Bener Pak.“

     “Bener. Bapak ta nusul kesana ya Mas.“

     “Iya ya Pak.“

     “Bapak titip tas ini ya Mas. Sebentar lagi bapak kesini dengan istri tercinta.“

     “Iya ya Pak.“

     “Tas ini isinya aset kekayaan bapak. Ada Atm Bapak juga Atm istri bapak tercinta. Istriku paham betul nomer pinnya Mas.“

     “Baiknya dibawa saja Pak.“

     “Tidak usah bapak lebih percaya dengan Mas.“

“Bener nih.“

“Iya ya Mas.“

“Hati hati ya Pak.“

 “Iya ya Mas.“

    Cahaya matahari mulai memerah didinding langit luas. Cahaya matahari sangat cerah sehingga nampak bayangan tubuh bapak Suherman. Meninggalkan aku menyusul istri tercinta sedang membeli nasi bungkus. Aku pegang erat-erat tas kulit warna coklat miliknya bapak Suherman. Ketika aku mau berdiri Hpku berdering nyaring. Bertanda ada telpon masuk. Aku melihat tanda panggilan masuk ternyata dari Supratiwi.

“Haloo halooo, Mas, Mas?“

“Ya halo halooo, Dik?“

“Met pagi Mas.“

“Pagi, sehat aja shi Dik.“

“Sehat Mas.“

“Alhamdulillah ikut seneng.“

“Mas, ni mau persiapan terbang pulang.“

“Kapan ya Dik?”

“Sekarang.“

“Jam berapa Dik?”

“Pesawat jam pertama Mas.“

“Sliwedari air ya Dik.“

“Iya ya betul ni malah dengan Polisi Singapura juga Biungnya.“

“Lim Shi Pret ya Dik.“

“Katanya asli dari kampung nama aslinya Kampret ja Mas.”

“Oo gitu ja Dik.“

“Juga bersama temen TKW Mas, ada Om Jebeng katanya habis menang judi rolet di Kota Singapura. Aku malah udah dibelikan tiketnya ja Mas.“

“Iya ya.“

“Pulang langsung nikah resmi ya Mas.“

“Iya ya Dik.“

“Jangan hanya iya ya tok. Janji loo Mas.“

“Iya ya.“

“Bener nih gak nyesel punya istri aku.“

“Gak lah.“

“Gak nyesel mantan babu loo Mas?”

“Gak lah, kan pahlawan dewisa Negara ko Dik.“

“Walahh gombal.“

“Bener ko Dik.”

“Yang penting aku pulang langsung nikah resmi ya Mas.“

“Ya ya.“

“Tidak usah resepsi ya Mas.“

“Iya Dik.“

“Bener ni serius nih Mas.“

“Iya ya.“

“Eee masih ada satu permintaanku.“

“Apa ya Dik?”

“Aku punya sesuatu Mas.“

“Apa tuu?”

“Tapi mau menerima si Mas.“

“Mau mau, ayo katakan saja Dik.”

“Bener nih mau menerima titipanku.“

“Bener lah Dik.“

“Aku titipkan budeku yang tinggal di Desa Mlahar.“

“Desa Mlahar ya Dik.“

“Iya ya betul betul Mas.“

“Siapp dengan senang hati.“

“Makasih ya Mas. I love you.“

“Oke I Mis You.“

“Dah ya Mas ni mau masuk pintu bandara antri ja Mas.“

“Iya ya ditunggu aja.“

“Mohon doanya ya Mas. Pesawat aman selamat sampai tujuannya.“

“Iya Mas doaken, pesawat selamat aman utuh sampai tujuannya.“

“Makasih ya Mas.“

“Masama Dik.”

“Makasih ya Mas.“

“Oke.“

 

 

Menuju Bangsal Pavilum Eskekutif Kamar 2.B

 

pixabay.com


Pelukis dan Parfum  Episode : 49

Agus Yuwantoro

 

      Akhirnya sampai juga aku di bangsal pavilium eksekutif tata cahaya lampu bercahaya terang. Tempatnya super bersih baunya harum seperti bunga melati. Samping depan pintu kamar ada pot bunga anggrek sedang berbunga menempel setiap dinding. Persis hotel berbintang. Bukan rumah sakit. Aku mencari kamar 2.B tempat istirahat bapak Suherman juga perempuan berambut panjang wajahnya mirip perempuan Jepang.

     Aku sudah melewati kamar 1.A berjalan kedepan lagi menuju kamar 2.A. Angin malam berhembus semakin dingin menembus lobang pori-poriku. Malam semakin dingin. Sepi. Hanya suara derap langkah telapak sepatu fantovel berbunyi dilantai keramik. Beberapa petugas perawat berjalan keluar masuk kamar. Memeriksa. Mengganti tabung oksigen dan impus. Suara jangkrik saling bersautan ditaman bunga. Dua ekor cecak saling berkejaran di bawah cahaya lampu. Berebutan mengejar nyamuk yang hinggap didinding kamar. Lidahnya memanjang dengan cepat bergerak melahap nyamuk.

     Jalan menuju kamar 2.B. Sepi. Tepat Jam satu malam angin malam semakin berhembus dingin. Rasa penasaranku semakin meledak ambyar pecah ketika masuk jalan kamar 2.B. Setelah sampai depan pintu kamar 2.B. Aku duduk dulu dikursi. Melihat kanan kiri. Sunyi. Sepi. Dingin. Kedua telingaku aku tempelken pada daun pintu masuk kamar. Nyaris tidak terdengan sengguran bapak Suherman. Perasaanku bergejolak hebat antara masuk atau tidak. Akhirnya aku memberanikan diri masuk kamar 2.B.

      Dengan langkah pelan-pelan aku buka pintu kamar 2. B. Setelah masuk kamar. Ternyata kosong. Sunyi sepi. Tidak ada bapak Suherman juga perempuan berambut panjang. Aku menyalakan lampu kamar. Kosong. Aku balik berjalan cepat menuju papan daftar nama-nama pasen. Memastikan daftar urutan nama pasen. Nomer lima tertulis bapak Suherman tinggal di kamar 2.B. Jelas bapak Suherman tinggal dikamar 2. B.

       Aku kembali lagi ke kamar 2.B. Menyalakan lagi lampu besar kamar. Kosong. Sepi. Hanya letak selimut bantal guling tidak beraturan. Aku buka kamar mandi. Ruang tunggu kamar. Kesamping kebelakang kosong.Tidak ada. Sepi.

       “Jangan-jangan bapak Suherman kembali kemar Melati nomer 233 ya?” batinku.

       Aku melihat jam dinding kamar sudah jam dua malam. Rasa capek. Ngantuk. Lapar. Mulai terasa. Aku duduk slonjor di sofa kemudian tiduran tidak lama kemudian aku tertidur dikamar.

       Aku terbangun dari tidurku ketika suara gema adzan subuh dari corong toa berwarna biru telur bebek. Diatas menara masjid sebelah Rumah  Sakit  Jantung Jakarta. Sebelum ke masjid aku beres-beres kamar dulu dari membetulkan letak bantal guling, selimut, sofa serapi mungkin. Setelah itu aku melangkah keluar menuju masjid sholat subuh berjamaah.

       Biung sering berpesan ketika adzan subuh bergema.

“ Cepet bangun Mas ?, cuci muka berwudhu sholat subuh berjamaah. Ada keutamannya mengerjakan sholat subuh berjamaah. Akan selalu dimudahkan semua urusannya. Doa-doanya terijabahi. Selalu diberikan kesehatan. Jauh dari penyakit. Dilipatgandakan pahalanya oleh Alloh SWT”. 

     Cahaya matahari menguning di tengah langit jingga. Aku berjalan menuju masjid dengan niat lilahitangala hanya beribadah karna kecintaan juga kepasrahan hidup ini. Hanya pada Alloh SWT semua aku serahkan kepada kekuasaan Sang Pecipta segala alam isinya. Agar hidup tenang berkah barokah. Dijauhkan dari segala kutukan iblis dan setan terkutuk. Kepasrahan hidup pada Alloh SWT merupakan kunci dasar utama dalam mengarungi kehidupan ini.

     Cahaya lampu dibibir jalan menuju masjid. Kalah dengan cahaya bintang gumintang ditengah langit jingga. Seakan selalu berdzikir pada Alloh SWT. Setia patuh perintah Nya. Bukan saja cahaya bintang gumintang. Akan tetapi cahaya rembulan matahari patuh setia perintah Nya. Bahkan planet bumi berputar seirama dengan cahaya matahari. Nyaris tidak pernah iri dengki marah bahkan orasi demo ngamuk. Semua patuh dengan perintah Nya.

     Hanya manusia planet bumi masih saja mengutamakan ego. Emosional. Anarkis. Ngamuk sana ngamuk sini. Bakar sana bakar sini. Bahkan semua isi perut bumi dirampok habis atas nama restorasi : perubahan zaman membawa peradaban global meruntuhkan nilai kasih sayang. Saling berebutan menguras semua isi perut bumi. Pohon-pohon dijarah massal nyaris gundul. Pembakaran lahan menjadi ladang pertanian pribadi.

     Kepentingan sesaat demi perut kenyang. Semua di libas habis total. Semua alam ini diciptakan Tuhan untuk kemakmuran hidup manusia dengan lingkungan sekitarnya. Justru yang merusak manusia itu sendiri. Sangat bodoh. Goblok. Serakah bin gragas mangas. Ketika bencana alam datang bertubi-tubi. Bukannya sadar atas perilakunya merusak alam sekitarnya. Justru jadi ajang diskusi hebat di tingkat atas atas nama aspirasi rakyat.

Seandainya mahklul planet bumi namanya manusia sadar kepentingan hidup bersama alam sekitarnya. Alam akan memberikan kemanfatan kebaikan pada semua manusia bumi. Hanya orang-orang yang punya akal sehat cerdas. Setiap hari selalu mensyukuri nikmat Nya. Tanpa harus merusak alam sekitarnya.

Adzan subuh seolah membawaku terbang dalam sajadah panjang. Terasa kecil sekali ketika bersujud di tanah Mu. Tidak ada sekat dari klas ekonomi, jabatan, titel akademik, pangkat, kaya miskin. Paling mulia dan super mulia adalah manusia selalu taat patuh pada Alloh SWT. Seperti cahaya rembulan, matahari, bintang gumintang dan planet bumi patuh taat pada perintah Nya. Bahkan semua binatang siang malam sibuk berdzikir pada pencipta Nya. Tidak ingkar. Apa lagi menyekutukan Alloh SWT. Memburu jabatan, pangkat, kekuasaan sesaat. Musrik menyekutukan Tuhan dosa besar. Tempatnya jelas neraka jahanan. Neraka bahan bakarnya manusia dan batu akan kekal didalamnya.   

Selasa, 14 Februari 2023

Menuju Kamar Biung

 

pixabay.com


Pelukis dan Parfum  Episode ke : 48

Oleh  Agus Yuwantoro

 

       Aku berjalan menuju kamar Biung No 233 ruang Melati. Pikiranku tetap tertuju pada bapak Suherman. Juga perempuan berambut panjang wajahnya mirip perempuan Jepang. Setelah sampai depan kamar nomor 233. Pelan-pelan aku masuk biar tidak mengganggu istirahat Biung. Aku memilih tiduran di kursi sudut. Duduk slonjor. Kemudian berbaring. Tapi anganku melayang-layang penasaran dengan perempuan berambut panjang.

      Aku melihat Biung dari ujung kaki sampai kepala. Biung tidur sangat pulas nyenyak seluruh tubuhnya ditutupi selimut. Aku berdiri mendekati remot kontrol ac kamar. Aku kecilkan biar tidak dingin. Kembali duduk slonjor diatas kursi sudut. Jam sepuluh lebih lima belas menit. Kedua bola mataku sangat sulit dipejamkan. Pikiranku tetap melayang-layang perempuan berambut panjang.Tidak terasa sudah jam sebelas malam lebih sepuluh menit. Aku matikan televisi, Hpku.

     Ketika aku mau tiduran dikursi sudut. Jua ingin membetulkan letak selimut Biung biar tubuhnya hangat. Aku membetulkan selimut menutupi tubuh Biung. Aku kaget. Ternyata yang ditutupi selimut bukan tubuh Biungku. Tetapi bantal guling disusun rapi kemudian ditutupi selimut. Persis orang tidur.

“Lhoo Biung kemana?” Batinku sambil meraba-raba bantal guling dan selimut. Di bawah lampu kamar ada kertas putih. Aku ambil ternyata tulisan Biung dengan huruf latin berwarna biru. Aku baca kertas itu dibawah cahaya lampu kamar.

“Mas, maaf ya Biung nyusul ke UGD kasihan bapak itu. Biung sudah sehat kok tadi ada salah satu perawat memeriksa Biung. Biung sempat bertanya. Dimana ruang UGD. Ternyata dekat. Biung tidak sempat pamitan dengan mas. Maafkan Biung ya Mas.“

Aku langsung membuka almari pakain meneliti semua baju Biung. Ada dua kerudung dua baju kebaja motif kembang mawar tertata rapi. Tapi pakain longdres berwarna ungu tidak ada. Biung setiap hari biasanya selalu memakai baju kebaja dengan kerudung. Tidak pernah memakai baju longdres berwarna ungu. Aku periksa kembali semua pakain masih utuh. Cuma baju longdres berwara unggu dengan motif gambar pantai di Bali.  Aku yang membelikan atas pesanan Biung sewaktu masih aktif menjadi pelukis jalanan di daerah Bali.

Rasa penasaranku meledak memuncak diatas kepalaku. Aku harus naik lantai satu. Menuju kamar pavilum kelas eksekutif. Tanpa berfikir panjang aku langsung keluar kamar nomer 233 menuju kamar pavilum tempat bapak Suherman istirahat. Aku melihat jam dinding kamar jam dua belas malam lebih dua puluh menit. Angin malam mulai semakin berhembus semilir basah dingin menembus lobang pori-poriku. Aku berjalan keluar mencari kamar pavilium. Berjalan lurus belok kanan kiri turun dibawah cahaya lampu listrik sudut jalan kamar. Dingin. Sepi. Hanya beberapa petugas Satpam berjaga di setiap sudut pintu masuk bangsal kamar.

Ketika aku naik tangga lantai satu aku menemukan kartu tunggu pasain ruang pavilum kelas eksekutif. Kartu tunggu berwarna biru dengan bahan mika. Aku ambil langsung masukkan saku bajukku. Aku terus berjalan naik tangga menuju lantai satu. Ketika mau masuk bibir pintu pavilum dua petugas Satpam menghadangku. Memeriksa juga bertanya denganku.

“Maaf mau kemana?”

“Ruang pavilum.“

“Mana kartu tunggu pasainnya?”

“Ini Pak,“ jawabku mantap sambil menunjukkan kartu tunggu

“Siapa nama pasainya?”

“Bapak Suherman.“

“Oo Bapak Insinyur Suherman ya?”

“Betul Pak.“

“Silahkan.“

“Terima kasih.“

“Sama-sama,“ Jawab petugas Satpam.

Aku langsung berjalan menuju kamar pavilium. Ketika mau belok kanan aku berhenti sebentar membaca daftar nama-nama pasen, Bapak Suherman tinggal di kamar nomer 2.B. Aku terus berjalan sambil terseyum sendiri.

“Akhh masa bodoh dengan ketua bangsal pavilium. Mungkin sudah tidur pulas diatas kasur busa, ia tidak sempat koordinasi dengan petugas Satpam.” Batinku sambil berjalan menuju kamar 2.B.     

  

 

 

 

 

 

Rabu, 08 Februari 2023

Dokter Jiman Tidak Datang

 

pixabay.com

Pelukis dan Parfum  Episode : 47

Oleh.  Agus Yuwantoro

 

      Ternyata Dokter Jiman tidak bisa datang di Rumah Sakit Jantung Jakarta. Menurut bagian informasi ia harus terbang ke Singapura. Ada undangan resmi memberikan kuliah terbuka di Universitas Kedokteran Singapura selama dua hari. Aku mulai bingung gelisah memikirkan kesehatan bapak Suherman. Di saat hati mulai bingung gelisah limbung seorang perawat UGD mendekatiku kemudian duduk disebelahku. Sambil berucap.

      “Tenang saja Mas kondisi bapak Suherman stabil.“

     “Terima kasih.“

     “Beliau memang butuh istirahat sebentar.“

     “Iya ya.“

     “Setelah kami cek ulang semua keadaannya normal.“

     “Terima kasih.“

     “Insya allah beliau cepat sadar.“

     “Iya ya.“

     “Baiknya mas istirahat dulu.“

     “Ya?” jawabku singkat.

      Setelah itu aku melangkah keluar meninggalkan UGD. Sebetulnya hati ini tidak tega meninggalkan bapak Suherman sendiri di UGD. Tapi menurut hasil pemeriksaan Dokter Sutejo juga perawat keadaannya stabil. Aku berjalan menuju Masjid At Taqwa samping Rumah Sakit Jantung Jakarta. Melaksanakan sholat sunnah hajat juga berdoa terbaik buat Biung tercinta dan bapak Suherman.

     Setelah sampai di masjid aku berwudhu melaksanakan sholat sunnah hajat dua rakaat. Membaca tasbih. Asmaul husna. Sholawat Nabi Muhammad SAW. Terakhir berdoa terbaik untuk kesehatan kesembuhan Biung juga bapak Suherman. Setelah itu aku duduk di serambi masjid. Duduk selonjor kepala aku sandarkan pada tembok serambi masjid. Semilir angin sangat sejuk membelai lembut rambut wajah dan kedua bola mataku. Tidak terasa aku tertidur di serambi masjid.

     Aku bangun dari tidurku ketika mendengar gema suara adzan maghrib. Aku berdiri berjalan menuju tempat berwudhu. Duduk diatas sajadah masjid bergambar ka'bah berwarna hijau lumut menunggu sholat berjamaah. Sebentar kemudian muadzin iqomah bertanda sholat dimulai. Aku sholat berjamaah di sebelah shofku masih kosong. Ketika imam sholat takbir pertama datang jamaah dengan seragam serba putih. Setelah selesai mengerjakan sholat berjamaah. Sebelahku perawat rumah sakit yang tadi menyuruhku istirahat. Wajahnya penuh aura ceria. Tersenyum penuh persahabatan. Kemudian berjabat tangan denganku. Sambil berucap pelan-pelan sebelah kanan telingaku.

       “Bapak Suherman sudah sadar.“

       “Alhamdulillah alhamdulillah terima kasih ya Tuhan, aamiin.“

       “Bapak Suherman sadar sebab kehadiran seorang perempuan berambut panjang di UGD mas.“

       “Terima kasih terima kasih,“ jawabku singkat.

        Perawat dengan seragam serba putih masih duduk di sebelahku. Diam. Kepalanya menunduk. Bibirnya komat-kamit. Memanjatkan doa pada Tuhan Sang Pencipta semesta alam. Tempat memohon meminta dari segala permintaan hambanya yang selalu setia taat berbakti tawakal kepada Nya.  Aku membaca tasbih. Istighfar lalu berdoa. Sesudah itu perawat mengajakku duduk di taman masjid.

       “Betul sudah sadar bapak Suherman,“ sapaku.

       “Betul.“

       “Sejak kapan?”

       “Di saat mas meninggalkan UGD.“

       “Berarti sudah tiga jam ya.“

       “Betul Mas setelah mas meninggalkan UGD ada seorang perempuan berambut panjang izin masuk menemani bapak Suherman. Entah kekuatan apa tiba-tiba bapak Suherman sadar ketika tangan sebelah kanan dipegang oleh perempuan itu.“

       “Nama perempuan itu siapa?”

       “Tidak tau mas. Kelihatannya mesra sekali.“

       “Perempuan itu pakai kebaya gak.“

      “Tidak. Kelihatannya seperti turunan Jepang sebab kedua bola matanya sipit dan wajahnya mirip orang Jepang.“

      “Jadi perempuan itu tidak pakai kebaya.“

      “Tidak, dandanan persis orang Jepang.“

      “Boleh aku nusul ke UGD.“

      “Tidak boleh mas.“

      “Kenapa?”

      “Menurut beberapa Dokter bapak Suherman butuh istirahat dulu.“

      “Tapi kan sudah sadar.“

      “Betul mas.“

      “Kenapa tidak boleh nengok.“

      “Baiknya biar istirahat dulu.“

      “Ya ya terima kasih informasinya.“

      “Sama sama Mas.“

      “Tetep tidak boleh nengok di UGD.“

      “Di saat ini belum boleh mas.“

      “Ya ya terima kasih.“

      “Sama sama Mas,“ jawab perawat kemudian berdiri pamit berjalan meninggalkan aku di taman masjid melaksanakan tugasnya. Aku merasa bombong bungah beger mendengar bapak Suherman sudah sadar. Sebab kehadiran seorang perempuan berambut panjang. Kata perawat UGD perempuan berambut panjang itu mirip orang Jepang.

     Sehabis sholat berjamaah isya aku langsung menuju kamar Biyungku. Hampir tiga jam lebih aku meninggalkan sendiri dikamar. Setelah sampai di kamar aku mengintip lewat kaca nako. Biung masih tertidur nyenyak seluruh badannya ditutupi selimut. Aku tidak berani membangunkan dari tidurnya. Biung butuh istirahat cukup untuk memulihkan kesehatannya.

Pikiranku melayang-layang di UGD. Aku beranikan diri lagi melangkah pergi ke UGD. Sebelum pergi meninggalkan Biung. Aku pastikan lagi posisi Biung di kamar. Aku buka gorden pelan-pelan. Biung masih dalam posisi tidur nyenyak seluruh badannya ditutupi selimut. Mungkin faktor ac kamar cukup dingin makanya tidur dengan selimut. Hampir seluruh tubuhnya ditutupi selimut. Aku pergi meninggalkan Biung menuju UGD. Memastikan apakah bapak Suherman betul-betul sudah sadar. Juga siapa perempuan berambut panjang itu ?. Membuat bapak Suherman sadar dari pingsannya.

Aku berjalan cepat menuju UGD sudah paham jalur paling cepat dan tepat sampai UGD. Setelah sampai di UGD aku mencari-cari bapak Suherman. Ternyata tidak ada. Sudah diganti dengan pasien baru. Rasa penasaranku memuncak setiap kamar UGD aku lihat. Tetep tidak ada. Apa lagi perempuan berambut panjang wajahnya mirip orang Jepang. Tidak ada. Aku menghubungi bagian informasi rumah sakit.

“Bu maaf mengganggu sebentar, mau tanya.“

“O gak apa-apa bisa dibantu.“

“Bapak Suherman yang di UGD kemana ya Bu?”

“Oo baru saja pindah di ruang paviliun kelas eksekutif.“

“Sebelah mana ya Bu?“

“Lantai satu.“

“Lantai satu.“

“Sejak kapan Bu.“

“Dua jam yang lalu.“

“Dengan perempuan berambut panjang itu ya Bu?”

“Betul betul, perempuan itu persis orang Jepang.“

“Boleh menengok kesana?”

“Mohon maaf sementara tidak boleh.“

“Kenapa?”

“Itu pesan dari ketua bangsal paviliun.“

“Lalu…“

“Harus minta izin dulu pada ketua bangsal dulu.“

“Dimana?”

“Sebentar aku telpon kan dulu ketua bangsal paviliun.“

“Terima kasih ya Bu.“       

           Setelah petugas bagian informasi telepon ketua bangsal paviliun. Kemudian mendekatiku sambil berucap.

        “Mohon maaf untuk hari ini tidak boleh di besuk.“

        “Kenapa?”

        “Itu pesan dari ketua bangsal.“

        “Jadi kapan bisa besuk Bu?”

        “Mungkin besok pagi.“

        “Ya ya terima kasih,“ jawabku sambil meninggalkan bagian informasi. Aku langsung berjalan menunduk menuju ruang kamar Biyungku kembali. Menemani menjaga Biung biar cepat sehat kembali.  

 

 

 

Bapak Suherman Masuk UGD

 

pixabay.com


Pelukis dan Parfum Episode : 46

Oleh. Agus Yuwantoro

 

 

      Tepat jam tiga sore bapak Suherman masuk Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit jantung Jakarta. Aku menunggu di ruang tunggu UGD. Seluruh badanku terasa lemas. Duduk di kursi tunggu kepalaku aku sandarkan pada tembok. Hanya doa-doa terbaik lahir dalam batinku paling dalam. Semoga bapak Suherman cepat sadar. Sehat kembali. Aku melihat beberapa dokter keluar masuk ruangan UGD. Memberikan pelayanan terbaik pada bapak Suherman.

     Hampir dua jam bapak Suherman masih di UGD belum ada informasi tentang keadaannya. Baik dari perawat juga Dokter jaga dari UGD. Di ruang tunggu UGD seperti ruangan penantian antara kehidupan dan kematian setiap manusia yang masuk. Aku tetap masih setia menunggu di ruang tunggu UGD. Hanya aku satu-satunya teman akrabnya bapak Suherman. Bahkan sudah seperti saudaraku sendiri. Juga pelanggan setiaku mau membeli dan pesan berbagai macam bentuk dengan tema apapun. Aku siap melukis susuwai dengan pesanannya.

      Aku jadi teringat waktu di Bali sebelum muncul wabah covid 19 yang meluluh lantakan semua sendi perekonomian Indonesia. Bahkan wabah ini mampu mengoncang perekonomian dunia Internasioanl. Sebelum lahir wabah covid 19. Bapak Suherman menyuruh melukis foto istri tercinta menurut kabar tewas tenggelam bersama jebolnya bendungan yang ia bangun ketika ke Jakarta untuk meandatangani kontrak terbarunya. Foto ukuran dua kali tiga hitam putih selalu disimpan dalam dompet kulit berwarna hitam. Ingatanku masih terasa hangat dalam otakku. Waktu itu sengaja berkunjung kerumah kontrakanku bapak Suherman mendekatiku

      “Mas tolong dilukis istri tercinta bapak Ya?”

      “Ya ya…“

      “Ini fotonya.“

     “Ya bapak yang agak besar ada gak?”

     “Tidak ada cuma tinggal ini Mas.“

     “Iya ya…“

“Tolong dilukis dengan perasaan ya Mas.“

“Iya ya bapak. Kok persis wanita Mandarin Jepang ya bapak?“

“Betul rambon: Perkawinan campuran mantan Tentara Jepang dengan gadis Pribumi.“

“Ko bisa ya?“

“Iya dulu ada salah satu Tentara Jepang membelot bantu para pejuang Indonesia. Bahkan melatih bela diri, memainkan senjata api.“

“Termasuk pelatih Peta ya bapak.“

“Iya ya Mas.“

“Laa bapak kenalnya dimana?”

“Panjang ceritanya Mas.“

“Oo gitu too?”

“Intinya sewaktu bapak menjadi salah satu pimpinan proyek bendungan di Desa Wadas bapak kenal dia namanya Wagiyem bakul nasi pecel.“

“Cantik ya bapak.“

“Super cantik Mas.“

“Lalu?“

“Akhirnya bapak betul-betul jatuh cinta.“

“Lalu?”

“Bapak nikah resmi satu tahun kemudian punya anak laki-laki. Sayang bapak belum sempat memberi nama.“

“Kenapa?”

“Pada malam acara ritual potong rambut. Bapak harus ke Jakarta di telpon pimpinan pusat untuk presentasi dan tanda tangan kontrak selanjutnya. Bapak tidak sempat menyaksikan potong rambut dan pemberian nama anak tercinta.“

“Demi tugas ya bapak.“

“Iya Mas. Tapi sayang Mas?”

“Kenapa?”

“Sewaktu bapak mau pesen tiket pulang kampung ke desa Wadas. Bapak di telpon para mandor bangunan proyek bendungan. Bahwa bendungan yang mengarah kampung istri anak dan tetanggnya bapak tenggelam tewas bersama jebolnya bendungan itu Mas.“

“Sesudah itu.“

“Bapak terus mencari dan mencari sampai sekarang ini. Makanya bapak pesen dilukis istri bapak ini yang terbagus terbaik tercantik ya Mas dengan perasaan penuh kasih sayang ya Mas.“

“Siapp.“

“Berapun ongkos melukis bapak sudah siapkan Mas.“

“Itu masalam gampang Bapak.“

“Oke terima kasih ya Mas. Tapi bapak minta.“

“Apa bapak.“

“Dari awal melukis bapak harus mendampingi sampai lukisan istri bapak selesai ya Mas.“

“Oke oke Bapak.“

  Satu minggu kemudian lukisan istri tercinta bapak Suherman jadi. Aku lukis dengan cat berwarna susuwai dengan pesanannya. Begitu jadi lukisan itu bapak Suherman berjam jam menikmati lukisan istrinya. Bahkan ketika mau tidur dibawa ke kamar tidur. Dipeluk. Dicium. Diraba raba kedua pipinya dan bibirnya memerah basah.

Ketika bangun pagi bapak Suherman mendekatiku berbisi pelan pelan.

“Mas mas tadi malam bapak mimpi bercinta dengan istri bapak.“

“Waouu ko bisa.“

“Bapak sangat mencintainya Mas.“

“Hebat luar biasa.“

“Dekat sini Mas jangan bilang siapa siapa ya?“

“Ada apa?”

“Bapak sembuh dari peluh: Impotensi bapak bisa ireksi kembali Mas.“

“Alhamdulillah alhamdulillah.“

“Iya ya Mas bisa ireksi lagi Mas,” jawab bapak Suherman seperti anak kecil jingkrak-jingkrak semringgah bombong bungah. Kemudian memeluk aku rapat sekali.

 Akupun tersenyum ternyata lukisanku bisa mengobati penyakit peluh: Impotensi bapak Suherman. Menurut pengakuannya sudah puluhan dokter kelamin terbaik di Ibu Kota Jakarta diperiksa tetep gagal tidak sembuh. Tetep peluh: Impotensi semenjak istri anak tercinta dinyatakan tewas tenggelam bersama jebolnya bendungan yang ia bangun.

Bahkan pernah berobak ke Singapura, Cina sampai Belanda tetep peluh tidak bisa ireksi alat kelaminnya. Tapi entah kenapa dengan hasil lukisanku sangat sederhana mampu mengobati penyakit peluh: impotensinya. Gara-gara melihat. Menimati. Lukisan istrinya bapak Suherman sembuh total dari penyakit peluh : impotensi. Mungkin rasa cinta super tulus ihklas dalam lubuk hati paling dalam. Cinta mampu menyembuhkan segala rasa juga perasaannya.

Aku kaget dari lamunanku ketika pundakku di pegang oleh Dokter spesial jantung teman akrabnya bapak Suherman. Juga menolong Biung masang ring tiga dari serangan penyakit jantung.

“Loo ko malah ngalamun ya Mas.“

“Enggak Dok.“

“Laa itu masih bengong.“

“Enggak kok Dok. Gimana keadaannya bapak Suherman.“

“Semua baik, dari detak jatung, tensi, gula darah dan lainnya.“

“Syukurlah.“

“Cuma butuh waktu untuk istirahat.“

“Iya ya sudah tiga hari tiga malam tidak istirahat.“

“Iya nanti nunggu kedatangan Dokter spesial terapi kepala dan otak Dokter Jiman alumni falkutas terapis dari Negri Matahari Jepang. Asli orang Wangon malah orang desa dari Gunung Putri Cingkang.”

“Kapan datangnya Dok.“

“Sebentar lagi Mas.“

“Terima kasih Ia juga seorang Dokter juga kolektor lukisan ko Mas.“

“Iya too Dok “

“Iya bahkan pernah diberi lukisan gerobak sapi sedang memuat padi berjalan dipinggiran bibir jalan persawahan dari bapak Suherman. Malah gratis ko Mas.“

“Ituu kan lukisanku dengan tema Gerobak Sapi Memuat padi di jalan pancasan.“ Bisikku sambil tersenyum sendiri.

“Laa ko malah diam ya Mas.“

“Gak lah Dok. Jadi nunggu Dokter Jiman ya Dok.“

“Betul betul ia ahli terapi jaringan otak dan kepala.“

“Hebat ya Dok.“

“Makanya sebelum kami skem daerah kepala bapak Suherman atas rekomendasi beberapa Dokter. Memanggil Dokter Jiman spesialis dokter bagian kepala juga ahli totok tusuk jarum, Mas.“

“Terima kasih Dok.“

“Laa kondisi Biung gimana?”

“Semakin sehat Dok.“

“Syukurlah.“

“Terima kasih ya Dok.“

“Itu sudah kewajiban Dokter ko Mas.“