Minggu, 26 Desember 2021

Kangen Biung di Kampung

 

pixabay.com

(Pelukis dan Parfum ke-3)

Agus Yuwantoro

       Hampir lima tahun aku tinggal di salah satu wilayah Bali. Rasa kangen pada biung begitu meledak dan menggebu-ngebu. Ketika aku melihat rombongan tamu wisata lokal dari kota asalku. Spontan wajah biung muncul di depanku. Tampak garis-garis wajahnya penuh dengan perjuangan mendidikku, membesarkanku tanpa ada rasa lelah dan putus asa sedikitpun. Penuh semangat cinta kasih yang tulus. Tiap hari memeluk, memandikan dengan air hangat. Membersihkanku sehabis berak bahkan ketika aku pilek. Lubang hidungku penuh ingus warna hijau di sedot dengan mulutnya.

      Aku masih ingat setiap pagi di suapi nasi putih dengan pisang ambon sudah dibubuk lembut. Sambil berjalan melihat luasnya tanah persawahan. Ketika senja datang aku disuruh berdoa mohon pada Sang Pencipta segala isi jagad alam raya. Agar selalu diberikan kemudahan kelancaran juga kesehatan. Memohon selamat hidupnya di dunia akherat. Hidup penuh dengan cahaya keberkahan dan barokah. Memohon ampunan kepada setiap orang yang dulu selalu berbuat jahat dan menyakiti hati. Biar diampuni dosa-dosanya. Jangan punya rasa dendam sedikitpun pada orang yang berbuat jahat juga menyakiti. Tidak baik.

       Ketika senja menghilang berganti malam, dinding langit mulai gelap. Kelihatan sisa cahaya rembulan berwarna kemuning keemasan masuk dalam lubang dinding kamar terbuat dari anyaman bambu. Sebelum tidur biung mendekapku sambil membelai rambutku. Kemudian tangannya sebelah kanan menepuk-nepuk pantatku. Mendongeng cerita klasik seperti timun mas, kancil nyolong timun, juga tokoh kisah cinta Bandung Bondowoso membangun candi Prambanan untuk Roro Jonggrang dalam waktu semalam.

      Tapi aku paling senang ketika biung bercerita tentang tokoh Wali Songo yang namanya Sunan Kali Jogo. Tokoh penggerak peradaban moral di tanah jawa. Membuang ajaran syirik. Menyekutukan Tuhan. Menyembah dan memohon pada pohon dan batu yang dianggap keramat Juga mampu memberikan keberkahan. Peradaban orang jawa kuno dengan aliran animisme dan dinamisme. Jauh dari ajaran agama yang benar.Tahayul. Bidah. Khurafat. Meraja lela bahkan berkembang dalam keyakinan yang sesat. Sebab bodoh tidak paham betul ajaran agama yang benar juga faktor kemiskinan meraja lela.

      Lahirnya Wali Songo di tanah jawa mengubah peradaban juga pola berpikir. Asli nama Sunan Kali Jogo adalah Raden Sahid darah biru dari Tuban. Pekerjaannya setiap hari selalu mencuri dan merampok harta benda orang-orang kaya. Hasil merampok dibagikan pada kaum fakir miskin dan duafa. Ketika mau merampok di tengah hutan bertemu dengan seorang kakek tua. Berjalan sambil membawa tongkat. Raden Saleh melihat tongkat itu bercahaya persis emas. Ingin merebutnya tongkat itu, tapi tetap tidak bisa. Bahkan bisa menghipnotis semua yang dilihat menjadi emas semuanya. Semenjak itu Raden Sahid tersungkur malu pada kakek tua itu.

      Ternyata bernama Sunan Bonang. Merengek-rengek memohon untuk menjadi muridnya. Sebab mengakui kesalahannya selama ini. Tetap tidak dibenarkan. Hasil merampok untuk fakir miskin dan duafa. Salah. Berdosa. Sebelum diangkat menjadi muridnya disuruh menunggu tongkat ditancapkan di bibir sungai. Hampir tiga tahun Raden Sahid menunggu di bibir sungai. Sunan Bonang datang akhirnya diangkat muridnya. Diajarkan ilmu Agama Islam.

      Raden Sahid mampu menerima semua ilmunya kemudian mendakwahkan di sekitar tanah Jawa. Sampai menembus daerah kadipaten Kartasura, Kebumen dan Banyumas. Dengan metodologi dakwah kolaborasi kesenian daerah agar mudah dipahami juga diamalkan. Dengan penampilan baju kaum pinggiran. Blangkon dan baju berwarna hitam. Akhirnya berhasil gemilang mengubah peradaban orang jawa menuju jalan lurus benar tidak menyekutukan Tuhan.

     Dibuktikan sampai sekarang semakin tumbuh subur pembangunan masjid, pondok pesantren bahkan sekolah berbasis pesantren. Dengan tujuan memberbaiki moral anak-anak bangsa agar ke depan menjadi orang yang selalu mencintai Tuhan dan pandai bersyukur atas nikmat-Nya. Tidak bermental bobrok. Menjadi pejabat malah ahli korupsi dan berbuat sewenang- wenang. Apa-apa dijadikan sumber ladang uang demi napsu bejadnya.

      Aku ingin meniru seperti salah satu Wali Songo walaupun hanya mengamalkan lewat sisa bayangan kaki dan tangannya di bawah cahaya senja. Pesan biung harus rajin beribadah. Selalu dekat pada Tuhan. Tidak boleh menyekutukan Tuhan. Rajin puasa sunah senin kamis. Salat Tahajud. Mujahadah. Rajin membaca Alquran. Selalu aktif ikut majlis taklim agar tercapai cita-citanya.

******

      Setiap lukisan yang laku terjual aku langsung kirim uang ke biung. Sekarang biung sudah bisa membeli tanah pekarangan. Membangun rumah dengan ukuran 6 x 9. Di belakang rumah ada kolam ikan ukuran 2x3. Setiap pinggiran kolam ditanami sayur terong, jipang dan kacang panjang. Memelihara beberapa ekor ayam kampung. Di depan rumah aku buatkan kios kecil ukuran tiga kali dua. Berjualan kebutuhan pokok seperti beras, minyak, gula pasir dan sayuran. Dibantu si Sarmi anak yatim piatu. Ayah ibunya mantan juragan gula jawa. Dibunuh oleh perampok daerah pantura, ketika mau setor gula jawa satu truk ke Jakarta. Sekarang menjadi anak asuh. Juga untuk menemani biung di rumah. Sekarang biung tidak kontrak lagi di rumahnya Pak Kadus Haryamto.

      Itu saja belum sempurna dan merasa masih sangat kurang. Kalau dibandingkan perjuangan biung membesarkan juga mendidikku. Sehingga aku bisa menjadi seorang pelukis. Sekalipun hanya pelukis jalanan. Tapi semua itu adalah berkat doa-doa biung mengantarkan aku menjadi pelukis. Walaupun belum sehebat pelukis lainnya.

      Seperti sang pelukis maestro yang lahir dari tanah negri ini. Afandi Kusuma pelukis aliran romantisme. Lukisan hebat terkenal dengan judul lukisan Potret Diri Menghisap Pipa. Raden Saleh Syarif Boestaman lahir dari darah campuran Arab dan jawa. Aliran lukisan romantisme dan historis lukisan yang terkenal dengan judul “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Barli Sasmitawinata dari Bali seorang pelukis memberikan urun rembug dalam dunia pendidikan pentingnya pendidikan seni rupa. Lukisan terkenal dengan judul “Gadis Bali”.

     Basuki Abdullah sang pelukis spesial di istana Jakarta pada zamannya. Ciri khas gaya melukis pemandangan alam, flora fauna. Lukisan yang terkenal diberi judul “Pangeran Diponegoro Pemimpin Pertempuran”. Sindu Darsono sang pelukis bergaya modern pada zamannya. Dengan tema melukis jujur apa adanya. Lukisan yang terkenal diberi judul “Ngaso dan Pelabuhan Tanjung Priok”. Abdullah Suriosubroto anak kandung tokoh penggerak pendidikan nasional Wahidin Sudirohusodo. Sang pelukis menonjolkan lukisan pemandangan alam. Lukisan yang terkenal diberi judul “Pemandangan Priangan dan Gunung Merapi”.

     Aku cukup mencoba melukis dengan judul Si Tun penjual jamu gendong keliling kampung. Dengan gaya baju motif leres hitam lurus dengan kombinasi cokelat memakai jarit. Rambutnya terurai memanjang. Gendong jamu sambil tersenyum menawarkan jamunya. Bukan ingin menyaingi lukisan sang maestro dunia dengan judul lukisan Mona Lisa. Pelukis dari Italia bernama Leonardo Da Vinci. Seorang pelukis juga penulis, arsitek, musisi dan pematung. Bahkan kecerdasannya nembus nilai IQ 220.

      Lukisan Mona Lisa sampai sekarang masih mengundang banyak misteri. Ada yang berpendapat identitasnya masih misteri. Senyumnya yang misterius dan terlihat sangat cantik. Terdapat kode rahasia dari kedua pandangan matanya. Wanita dalam lukisan Mona Lisa sedang hamil dan sakit sebab kedua tangannya sedang memegang perut. Bahkan pernah dicuri di ruang galeri Louvre pada tanggal 21 Agustus 1911 oleh Vincenzo Peruggia. Akhirnya tertangkap dipenjara satu tahun lebih lima belas hari. Alasannya mencuri sebab sangat mencintai lukisan Mona Lisa. Semenjak kejadian itu lukisan Mona Lisa viral. Akhirnya terkenal sampai sekarang.

      Aku akan benahi lukisan judul si Tun penjual jamu gendong keliling. Aku tebalkan kedua bola matanya kesan menantang kemiskinan. Senyumnya aku buat lebar bertanda berani menantang kehidupan. Rambutnya aku cat hitam bertanda pantang menyerah. Buah dadanya aku tutup kutang dan baju leres hitam cokelat bertanda pandai cerdas menyimpan daerah kewanitaannya. Namun, sayang yang sering menikmati lukisan itu para sopir dan kenek bus pariwisata. Duduk pesen kopi hitam panas sambil melihat lukisan itu. Itu sudah nilai yang luar biasa istimewa bagi aku.

******

      Ketika aku naik kelas enam sekolah dasar sebagai syaratnya untuk ujian akhir. Harus mengumpulakan foto kopi surat kelahiran dari Desa. Tampak wajah biung memerah bibirnya kaku bahkan tidak bisa berucap satu kata. Ketika aku membaca surat kelahiran ternyata aku dilahirkan dari seorang biung. Tanpa ada nama yang tertulis nama ayah. Aku paham bahkan tidak kecewa sedikitpun. Biung tetap biung. Apapun bentuk alasan juga ceritanya tetap biung. Sudah hukum wajib harus selalu berbakti pada biung. Sebagai bukti rasa berbakti pada biung.

      Semenjak itu aku tidak paham betul karakter dan tokoh seorang ayah. Aku sama sekali tidak menyalahkan biung. Apa lagi yang namanya lelaki yang menghamili biung. Akan menambah luka yang paling dalam. Ketika aku harus merengek-rengek di hadapan biung siapa ayahku. Yang aku tau biung pahlawan dalam kehidupanku. Biung juga berfungsi ganda seperti mata uang keping di depan berfungsi biung di belakang berfungsi seorang ayah. Biungku hebat. Terlepas hukum adat di kampungku memfonisku anak jaddah. Anak yang lahir tidak punya ayah. Bahkan menjadi mala petaka di lingkungan.

      Aku tetap mencintai dengan setulus hati. Biung tetap Biung. Sebab surga itu terletak di bawah telapak kaki Biung. Tanpa harus menggugat siapakah sebenarnya Ayahku. Dengan tega menghamili biung tanpa ada sedikitpun rasa tanggung jawab. Bahkan menelantarkan posisi status sosial biung dengan aku. Tapi aku juga merasa bersyukur tidak senasib dengan jabang bayi yang baru lahir. Dibuang dalam bak sampah. Bahkan dicekik sehingga mati kemudian dibuang. Juga dengan tega di multilasi berkeping-keping dimakan anjing malam. Sebab lelaki biadab yang mencuci otak seorang perempuan habis dihamili. Membisik dan mengajak menghilangkang jejak perilaku bejadnya. Membuang atau membunuh bayi baru lahir sebab hubungan gelap. Atas nama cinta berbalut napsu dan penuh kedustaan.

      Maka sering kali setiap hari ditemukan bayi masih merah darah penuh kalungan usus melingkar perutnya. Ditaruh di terminal. Pasar dan Pelabuhan. Bahkan sudah ada yang tewas menjadi mayat dalam tas kresek plastik berwarna hitam. Sebuah kejahatan hebat berawal dari perilaku seks bebas dan seks di luar nikah. Bahkan lebih kejam dari korban perang. Bayi yang baru lahir belum membawa dosa-dosa harus dibunuh untuk membuang jejak. Atas nama perbuatan seks bebas. Perilaku ini hampir persis pada zaman jahiliyah membunuh dan mengubur hidup anak-anak perempuan atas nama kekuasaan napsu sesaat.

    Biung tetap biung. Rasa kasih sayang diluapkan penuh rasa tulus penuh kasih sayang pagi sampai menembus malam. Bahkan ketika si anak badannya panas. Semalam tidak tidur menunggu anaknya sambil memberikan handuk kecil basah untuk mengkompres jidatnya. Sehingga akan membekas dalam darah dan otak setiap anak. Tanpa harus meminta upah dan jasa berbentuk finansial. Hanya seorang anak yang bodoh juga dosa besar ketika menuntut lewat jalur hukum.

      Menuntut biungnya sendiri gara-gara rebutan sepetak tanah pekarangan. Juga hanya menebang pohon di tanah pekarangan anak kandungnya untuk bahan kayu bakar untuk memasak. Dengan tega mengadukan ke pihak pengadilan dengan berita acara perkara mencuri kayu. Sungguh terlalu dan jelas berdosa besar perbuatan anak kandung seperti itu. Persis seperti cerita klasik Malin Kundang dari kecil dibesarkan penuh rasa kasih kasih sayang oleh biungnya. Setelah dewasa sukses kaya raya berpangkat punya jabatan tinggi. Istrinya cantik. Lupa. Bahkan melupakan biungnya sendiri. Bahkan tidak mau mengakui biungnya sendiri. Sebab tertutup mata hatinya oleh kedudukan, jabatan, pangkat, kekayaan serta istri yang cantik.

     Tetap saja tidak mau mengakui biungnya sendiri. Bahkan menghujat menghina mencemooh di hadapan istrinya. Seketika itu juga biung merasa sakit. Kecewa berat juga sakit hati. Anak yang dilahirkan dari perutnya. Tiap hari dimandikan, disuapi bahkan digondong kemana-mana. Setelah menjadi orang berpangkat punya jabatan, kekuasaan lupa. Bahkan melupakan biungnya sendiri. Doa-doa biung adalah doa Tuhan. Bahkan kutukan biung adalah kutukan Tuhan. Doa-doa biung didengarkan oleh Tuhan. Malin Kundang anak durhaka pada biungnya sendiri. Sebuah petaka Malin Kundang jadi batu di bibir pantai. Semua ini ada pelajaran yang mendalam untuk kita semua betapa pentingnya nilai berbakti pada biungnya sendiri.

      Bahkan waktu aku kelas enam SD, ibu guru sering menyarankan, hormati Ibumu, Ibumu, Ibumu, Ibumu baru bapakmu. Paham itu. Biung seperti saka rumah lurus kuat kokoh berdiri menahan atap dan genteng. Biung adalah pangkal dasar sumber muara lahirnya pendidikan budi pekerti dan kasih sayang. Biung adalah sumber ilmu pendidikan dasar. Dengan bahasa biung dan perasaan suci penuh kasih sayang setiap pagi dan malam mengajarkan makna kasih sayang dengan bahasa isyarat. Agar kelak setelah dewasa cerdas memaknai kasih sayang yang benar. Baik dalam keluarga masyarakat dan lingkungan kehidupannya.[]  



AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar