Rabu, 12 Januari 2022

Lukisan Pangeran Diponegoro

 


pixabay.com


(Pelukis dan Parfum ke-4)

Oleh Agus Yuwantoro

Senja mulai merekah memerah di atas langit jingga. Burung-burung kuntul berwarna putih beterbangan bebas berputar kemudian satu persatu hinggap di rimbunnya daun pohon bambu. Suara jangkrik mulai berebutan suara di balik batu dan semak. Tidak ketinggalan pula suara katak di pinggiran rawa saling saut menyaut. Pertanda senja mulai menghilang berganti malam. Berhias lampu-lampu gang jalan menyala terang. Sekelompok laron beterbangan bebas memutar-mutar di bawah cahaya lampu trotoar. Semakin lama semakin banyak beterbangan kemudian sayapnya patah beterbangan jatuh ke tanah. Dengan tubuh tanpa sayapnya, laron-laron berjalan bergandengan sempoyongan di bawah cahaya lampu sambil mencari makan.

      Sudah aku siapkan pesanan lukisan dari Bapak Suherman dari Jakarta. Lukisan tokoh pahlawan gerakan moral bangsa pada zamannya. Pangeran Diponegoro pahlawan klasik dari tanah Jawa Tengah. Dengan kuda putih yang gagah sambil memegang keris Nogo Sosro di tengah lautan api memerah membara. Tadi malam telpon sekitar jam delapan malam akan mengambil lukisannya. Sengaja tidak aku bungkus lukisan itu. Seperti biasanya setelah sang pemesan melihat bentuk lukisan. Merasa puas. Tidak ada kekurangan sedikitpun baik warna lukisan juga bingkai lukisannya. Maka baru saja aku minta izin membungkus lukisannya.

      Tepat jam delapan lebih lima menit mobil Pazerro Spot berwarna putih tulang berhenti di depan rumah kontrakanku. Bapak Suherman turun dari mobil langsung mengetuk pintu.

   Dok dok dok…! Suara pintu depan.

     Aku langsung menuju ruang tamu kemudian membuka pintu depan. Aku melihat wajah Bapak Suherman tampak cerah ceria kemudian dengan senyumannya yang khas sambil menyapa.

   “Sudah jadi ya Mas pesanan lukisanku?

  “Sudah Bapak.

  “Mana?“

  “Di ruang tengah“

  “Boleh Bapak lihat?

  “Dengan senang hati, silahkan Bapak.

  “Oke, terima kasih.

     Bapak Suherman agak tertegun melihat lukisan Pangeran Diponegro. Kemudian duduk tepat di lukisan itu. Di rabanya. Kemudian kepalanya manggut-manggut sambil berucap.

    “Mantap nih lukisannya.

   “Terima kasih.

   “Warna lukisannya menantang, begron warna memerah darah.

  “Iya ya Bapak.

  “Bagus, bagus.

  “Bisa di bungkus, Bapak.

  “Sebentar Mas, tak menikmati lukisannya dulu.

  “Mau minum apa, Bapak?

  “Kopi hitam jawa tanpa gula.

  “Siap, Bapak.

     Aku langsung menuju ruang dapur. Masak air ukuran satu gelas besar. Setelah air mendidih. Aku membuat racikan kopi pahit untuk Bapak Suherman. Pelan-pelan aku taruh di atas meja kecil dengan satu toples berisi rempeyek kacang kesukaannya. Aku melihat Bapak Suherman masih menikmati lukisan itu. Hampir setengah jam duduk di depan lukisan itu. Sambil menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin tertegun pada tokoh Pangeran Diponegoro berani melawan tentara Belanda demi membela rakyatnya. Berjuang atas nama orang-orang pinggiran. Miskin. Bodoh. Keterbelakangan. Kelaparan. Sebab dijajah Belanda.

   Aku biarkan Bapak Suherman menikmati lukisannya sambil minum kopi pahit. Sebentar kemudian Bapak Suherman berdiri kemudian duduk kembali. Tetap masih posisi menikmati lukisannya. Kemudian mengeluarkan hpnya. Memotret lukisan itu berkali-kali sambil tersenyum sendiri. Kemudian mendekatiku.

  “Lukisan ini akan Bapak kirim ke Belanda.

  “Ke Belanda?”

  “Iya ya ke Belanda.

  “Tapi itu tokoh Pahlawan Nasional mungkin orang Belanda kurang menyukainya.

  “Sekarang orang-orang Belanda mulai menyukai tokoh Pahlawan tradisional.

  “Apa iya?“

  “Iya.

  “Syukurlah kalau mulai menyukai tokoh Pahlawan tradisional.

  “Berani karena benar tidak takut dengan senjata milik Belanda.

  “Pangeran Diponegoro memang luar biasa hebat.

  “Laa ini, yang menjadikan rasa penasaran orang-orang Belanda.

   “Baik Bapak, izinkan membungkus lukisan ini.

  “Ya, ya silahkan “

  “Lukisan ini akan Bapak berikan pada pimpinan proyek raksasa milik perusahan Belanda.

  “Proyek apa itu Bapak?

  “Membuat bendungan tadah hujan di Vitnam.

  “Wauu luar biasa, Bapak.

  “Terima kasih, enam bulan lagi Bapak pesen lukisan tokoh pergerakan wanita dari Rembang.

  “Ibu kita Kartini ya Bapak?

  “Betul, pendobrak harkat martabat perjuangan wanita jawa, menentang feodalisme juga ketidak adilan antara kaum lelaki dan perempuan jawa.

  “Maksud Bapak?

  “Pendobrak nilai wanita sejati dari Jawa, menantang pola pikir para juragan tanah di Jawa, sebab kaya semena-mena memperlakukan kaum wanitia pinggiran, dengan dalih untuk dijadikan selir intinya hanya ingin memuaskan nafsu seksnya.

  “Hebat ya Bapak.

   “Bukan hanya gerakan emansipasi wanita jawa, tapi ingin mendobrak tatanan para priyayi yang buas selalu mencari wanita cantik untuk dijadikan selirnya, setelah puas wanita selir dikembalikan kepada orang tuanya, ketika punya anak tidak punya hak asuh anak. Sebab anak diminta oleh para priyayi.

   “Jadi bukan tokoh emansipasi wanita saja?

   “La iya lah.

   “Hebat ya Bapak.

   “Makanya Bapak mau pesen lukisan Ibu Kita Kartini.

   “Posisi gimana Bapak?

    “Natural apa adanya saja, Mas.

   “Maksud Bapak?

    “Posisi sedang baca buku di samping cahaya lampu minyak.

   “Maksud Bapak lampu teplok jawa?

   “Betul, tapi dengan gaya rambut terurai memanjang.

   “Biasanya kan pakai sanggul dan konde dan khas baju kebesaran jawa, Bapak?

   “Bapak pesen lukisan dengan rambut terurai panjang memakai baju jawa motif lurik warna garis cokelat hitam.

   “Akan aku coba Bapak.

   “Harus bisa.

   “Siap Bapak.

   “Sekali lagi jangan seperti lukisan tampilan biasa Ibu Kita Kartini, ini harus luar biasa.

   “Iya ya Bapak.

   “Laa harus gitu pelukis sejati harus banyak inovasinya.

   “Oke Bapak akan aku usahakan.

   “Terima kasih.

   “Lukisan itu mau dikirim ke Belanda lagi ya Bapak?

   “Tidak.

   “La kemana Bapak?

   “Ke Amerika ada temen dari perusahan kontraktor Bapak.

   “Wauu hebat Bapak.

   “Dia juga sebagai kontraktor terkenal juga aktivis peduli kaum wanita di sana, anak-anak perempuan di bawah umur sudah berani menjajakan diri di setiap pinggiran jalan besar.

   “Loo kok hampir sama di sini ya Bapak.

   “Sudah lah, Yang penting enam bulan lagi lukisannya jadi.

   “Siap Bapak.

      Setelah aku bungkus lukisan itu Bapak Suherman mamanggil supir pribadinya. Dengan hati-hati lukisan dimasukkan dalam mobil di bagian tengah persis belakang sopir. Tidak dimasukkan dalam bagasi. Bapak Suherman menatap aku kemudian tersenyum sambil menepuk pundakku.

    “Sudah Bapak trasfer.

   “Terima kasih sekali Bapak.

   “Bisa dicek di Hp.

   “Iya ya Bapak, terima kasih.

    Kemudian Bapak Suherman masuk dalam mobil Pajero Spot. Mobil berjalan tanpa sedikitpun mengeluarkan suara mesinnya. Hanya terdengar suara bannya ketika melindas bekas genteng yang berserakan di pinggiran jalan. Kemudian menghilang di belokan gang jalan.

   Aku masuk kamar tengah sambil membawa gelas bekas kopi tawar. Kemudian memasukkan alat-alat melukis. Selama ini aku menjadikan lukisan jalanan tidak pernah memasang harga. Ketika ada yang senang dengan lukisan aku. Nyaris tidak pernah terjadi transaksi apa lagi tawar menawar. Setelah melihat dan merasa cocok dengan lukisannya baru saja memberikan ongkos untuk melukis.

   Begitu juga dengan Bapak Suherman sudah puluhan kali memesan lukisan. Aku tidak pernah memasang tarif. Begitu merasa cocok. Puas. Langsung trasfer ke nomer rekeningku dengan jumlah angka tujuh dijit. Setiap aku mendapatkan upah dari melukis apa saja. Paginya langsung aku telpon biung di kampung kemudian trasfer untuk biaya hidupnya. Untuk keperluan belanja harian dan kegiatan sosial seperti Infaq di Masjid, iuran buang sampah, bayar air, listrik juga kegiatan erte juga untuk kondangan ke tetangga dan saudaranya. Itu belum seberapa dan tidak sebanding dengan biaya untuk membesarkan aku. Hanya doa-doa yang terbaik untuk biung selalu diberikan kesehatan. Hidup penuh cahaya berkah barokah. Panjang umur juga bisa bermanfaat untuk orang banyak.

 




AGUS YUWANTORO, Lahir di Prambanan 5 Agustus 1965, Pendidikan  Terakhir S2 di Unsiq Prop Jateng. Prodi Magister Pendidikan Agama Islam 2009, anggakatan ke 2. Tahun 2010 mendapatkan penghargaan Bapak Gubernur Jawa Tengah, juara pertama menulis sajak dan puisi dalam rangka peringatan 100 Tahun Meninggalnya Presiden RI Pertama Bung Karno juga mendapatkan Piagam kehormatan dari Panitia Pusat Jakarta an. Prof.DR.H. Soedijarto, MA, Aktif nulis fiksi sudah 25 Buku Antologi baik puisi dan cerpen sudah terbit. 3 buku solonya,Antalogi Puisi dengan judul “Tembang Sepi Orang Orang Pinggiran”. Antalogi Cerpen “ Kembang Kertas  Nulis Novel berjudul Gadis Bermata Biru setebal: 250 halaman. Alamat Penulis  Gedangan RT.08 / RW.05. Ds. Pecekelan.Kec.Sapuran.Wonosobo,Jateng.WA : 081325427232.

2 komentar:

  1. youtube domain videodl.cc: youtube, iphone, iPad,
    youtube,iphone, iPad, iPhone, iPhone, iPad, iPhone, iPhone, iPad, youtube to mp3 for android IOS iphone, iPad, iPhone, iPad, iPhone, iPhone, IOS iPhone iphone, iPad, iPhone, iPhone, iPhone, iPhone, iPhone, IOS iPhone

    BalasHapus