Rabu, 12 Januari 2022

Menjadi Guru Merdeka

pixabay.com


 Oleh Arsyad Riyadi


Kebijakan merdeka belajar yang dikemukakan Mas Nadiem terus bergulir. Tidak hanya berhenti dengan digantinya USBN dengan ujian sekolah, dihapuskannya UN, RPP yang disederhanakan, serta PPDB sistem Zonasi saja tetapi juga menyentuh ranah guru melalui program Pendidikan Guru Penggerak (PGG).

Sebagus apapun kebijakan pemerintah, tidak akan berhasil tanpa ada perubahan pada pelaku kebijakan tersebut yaitu para guru. Seperti tertuang dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Nomor 3028/B/Gt/2020 Tentang Pedoman Pendidikan Guru Penggerak, merdeka belajar  dimaknai sebagai kemerdekaan belajar yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar senyaman mungkin dalam suasana bahagia tanpa adanya rasa tertekan. Dalam implementasinya, peserta didik ini harus “merdeka belajar”, sedangkan guru harus “merdeka mengajar”.

Guru yang merdeka mengajar ini atau guru merdeka ini dalam perjalanannya tidak mulus. Pertama, tidak semua ikut terlibat dalam program guru penggerak. Meskipun tidak ada jaminan, setelah mengikuti kegiatan tersebut seorang guru otomatis bertransformasi menjadi guru merdeka. Kedua, tidak semua guru mendukung kegiatan guru penggerak dengan ikut bergabung ke dalam program tersebut. Meskipun bagi saya, mengikuti program tersebut adalah salah satu cara memerdekakan guru. Ketiga, adanya stigma negatif bahwa guru merdeka itu sulit atau tidak mungkin ada. Hal ini ditengarai karena berbagai alasan sebagai berikut: (1) guru terbebani oleh berbagai administasi; (2) guru terbebani dengan berbagai tugas tambahan lain; (3) guru masih terbebani dengan mencari tambahan penghasilan; (4) guru terbebani dengan pemenuhan kurikulum; (5) guru tidak berani untuk bebas berekspresi; dan berbagai alasan lain.

Pada tulisan ini akan dicoba mendefinisikan arti dari guru merdeka, menjawab berbagai stigma negatif seperti yang diuraikan di atas, serta bagaimana mewujudkan merdeka belajar bukan sekadar wacana atau dimiliki sebagaian guru saja, khususnya yang terlibat dalam Program Guru Penggerak.

Dalam buku Merdeka Belajar yang ditulis oleh Najelaa Shihab & Komunitas Guru Belajar, dituliskan bahwa kemerdekaan ini sebagai modal agar kompetensi guru menjadi optimal. Guru yang merdeka yang bisa membebaskan anak, hanya guru yang antusias  yang menularkan rasa ingin tahu pada anak, dan hanya guru belajar yang pantas mengajar. Guru yang merdeka adalah guru yang memiliki komitmen pada tujuan belajar, guru yang mandiri, serta guru yang reflektif.

Guru yang merdeka ini adalah guru yang siap berkolaborasi atau bersinergi. Bagi Covey, hanya orang-orang yang sudah merdeka atau  mandiri (independence) yang bisa menjalin kesalingketergantungan (interdependence). Dua orang yang saling tergantung (dependence) tidak akan menghasilkan ketergantungan (interdependence), tetapi harus melewati fase untuk mandiri/merdeka terlebih dahulu. Jadi, guru yang merdeka adalah guru yang mampu saling mempengaruhi serta membentuk tim yang kuat. Guru yang merdeka ini tidak berhenti sebagai single fighter tapi siap menjadi anggota tim yang solid.

Kalau penulis berani mengatakan bahwa guru yang merdeka ini adalah guru yang profetik. Seperti yang dikatakan oleh Kuntowijoyo dalam buku Islam sebagai Ilmu, kata profetik ini mengandung muatan yaitu humanisme (amar ma’ruf), liberasi (nahi munkar), dan transendensi (tu’minuna billah).

Guru merdeka adalah guru yang humanis (memanusiakan manusia) artinya guru yang selalu menebar kebaikan, guru yang menjadi teladan bagi siswa, guru yang ramah, guru yang memahami dan menghargai setiap siswanya secara individual. Guru tipe ini akan selalu diharapkan kehadirannya oleh murid. Guru ini mampu memposisikan diri kapan sebagai guru, orang tua bahkan teman.

Guru merdeka adalah guru yang memiliki sifat liberasi (membebaskan manusia). Guru seperti ini akan membebaskan murid-muridnya dari kebodohan, rasa tak berdaya, kemandegan berpikir, ketakutan, kekhawatiran dan hal-hal lain yang menyebabkan siswa tidak leluasa untuk berekspresi. Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Paulo Freire, bahwa pendidikan berperan membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan ketertindasan.

Guru yang merdeka adalah guru yang menjadikan transendensi (keimanan) sebagai dasar dan tujuan dalam mencerdaskan siswa. Guru ini adalah guru yang ikhlas, guru yang hanya semata-mata mencari ridho Allah SWT, guru yang bukan semata-mata mengantarkan kesuksesan jangka pendek siswa dan dirinya tetapi juga demi jangka panjang yaitu kehidupannya kelak nanti di akhirat.

Guru yang ikhlas ini jangan dipahami sebagai guru yang tidak membutuhkan bayaran atau gaji, tetapi guru yang tidak menjadikan bayaran atau gaji sebagai alasan untuk menjadi tetap produktif. Guru tipe seperti ini tidak akan “terjajah” oleh minimnya penghasilan. Guru yang seperti ini selalu berusaha melakukan kebebasan finansial berapapun penghasilan yang didapatkan. Guru seperti ini sangat mungkin mencari berbagai tambahan penghasilan tetapi tidak menjadikannya sebagai alasan untuk tidak memberi layanan yang tidak optimal.

Guru yang merdeka ini tidak menjadikan administrasi, pemenuhan kurikulum, tugas tambahan dan hal-hal lain menghambat dirinya untuk merdeka mengajar dan membuat siswa merdeka belajar. Guru merdeka menyadari bahwa administrasi bagian dari pertanggungjawaban dirinya dalam membuat perencanaan pembelajaran sampai mengevaluasinya. Guru merdeka ini menjadikan tugas-tugas tambahan yang ditambahkan sebagai cara untuk lebih meningkatkan kompetensinya serta bagaimana mengelola waktu dengan baik. Tak ada celah untuk mengeluh, karena guru merdeka ini memiliki energi yang berkelimpahan. Energi yang berasal dari Tuhan Sang Pencipta selaku guru yang transenden.

Jadi, sudah bersiapkah menjadi guru yang merdeka atau setidaknya percaya bahwa guru merdeka itu ada dan siap diwujudkan?





Arsyad Riyadi, S.Si., Pengawas SMP Dindikbud Kab. Purbalingga, Aktivis IGI (Ikatan Guru Indonesia), Pengajar Praktik Program Guru Penggerak Angkatan Pertama, dan Fasilitator Guru Penggerak Angkatan 5, serta blogger.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar